search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Judi Online, Media Sosial, dan Anak Muda
Jumat, 18 Juli 2025, 07:24 WITA Follow
image

beritabali/ist/Judi Online, Media Sosial, dan Anak Muda.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pemerintah mencatat pada tahun 2024, ada sekitar 8,8 juta Masyarakat Indonesia yang bermain judi online. Ironisnya, di antaranya terdapat sekitar 80ribu anak-anak berusia di bawah 10 tahun. 

Data PPATK menunjukkan seperempat dari total yang terjebak judi online (judol) adalah kaum muda yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa. Bahkan PPATK mencatat perputaran uang judi online di tahun 2025 mencapai 1.200 Triliun Rupiah.

Mengapa angka ini semakin meningkat? Baik pelaku maupun jumlah uang yang berputar? Bagaimana anak muda yang kerap dinilai lebih cerdas bermedia sosial bisa terjebak pada judol?

Salah satu pemicunya adalah karakteristik kerja internet itu sendiri. Bila ditelisik, dapat diketahui bahwa kaum muda dapat dikatakan hidup di media sosial. Internet tidak seperti media massa yang meyajikan informasi yang sama ke seluruh penggunanya, internet memberikan layanan yang lebih personal kepada mereka. 

Kemampuan internet ini yang dikenal dengan algoritma internet. Algoritma internet adalah di mana internet memiliki kemampuan menganalisis perilaku digital setiap penggunanya. Tanpa disadari mulai dari riwayat aktivitas, apa yang selama ini dilihat, aplikasi apa yang digunakann, di mana Lokasi pernah berada, hingga data demografi terrekam oleh internet. 

Hasil algoritma ini kemudian membentuk pemahaman pola perilaku dan menjadikan dasar preferensi kepada pengguna internet tanpa mereka sadari langsung. Dengan kemampuannya internet kemudian menyajikan konten yang telah dipersonalisasi di berbagai platform yang diakses pengguna.

Secara umum, data 2024 dari populix menyatakan 84% pengguna internet di Indonesia pernah melihat iklan judi online. Lalu sejalan dengan data PPATK ini, maka iklan mengenai judol atau akses untuk judol lebih tinggi intensitasnya di pengguna internet yang berusia muda. 

Sehingga kemudian internet menyajikan iklan judol ini di anak muda dikarenakan profiling yang dilakukan internet mengenai siapa yang cenderung mengakses aplikasi maupun layanan judi online ini. Dengan intensitas yang tinggi dan kemudahan akses serta didorong rasa penasaran dan kebutuhan, maka dengan mudahnya judi online ini terakses oleh anak muda. Perputaran pola penggunaan internet kemudian menjadikannya lingkaran setan promosi judi online di internet.

Jenis iklan judi online ini juga beragam seperti judi domino, judi slot, poker online, judi bola, kasino, permainan kartu, olahraga virtual hingga permainan angka. Pada Februari 2025, Google menyatakan menutup 100ribu iklan judi online setiap minggunya yang bertebaran di Google Search, Google Playstore hingga Youtube. 

Pemerintah Indonesia sendiri hingga Mei 2025 telah memblokir dan memutus akses terhadap 1,3 juta konten bermuatan judi online baik situs maupun iklan yang tersebar di platform-platform media sosial.

Namun upaya pemerintah atau pengelola platform saja tidak cukup, iklan -iklan mempromosikan judi online masih sangat tinggi terutama di kalangan anak muda dan menengah ke bawah. Sistem algoritma internet kemudian memperkeruh keadaan dengan personalisasi konten kepada penggunanya. 

Maka diperlukan pemutus mata rantai promosi judi online yang berbasis pada literasi pengguna internet khususnya pada anak muda.  Alternatif lain adalah meningkatkan konten-konten yang menjelaskan dampak dari judi online, bukan hanya informasi maupun berita ancaman bagi mereka yang terlibat judi online. Siapapun tidak hanya pemerintah, namun kolaborasi dari influencer-influencer muda diharapkan juga mampu memberikan literasi mengenai jebakan-jebakan judi online ini. 

Tentu saja di tengah informasi yang makin beragam ini, maka diperlukan praktik-praktik pemasaran yang lebih etis, tidak menjebak atau manipulatif, agar terbentuk ekosistem digital yang lebih sehat.


Penulis

Dr Ni Made Ras Amanda Gelgel 
rasamanda13@unud.ac.id
Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Udayana

 

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami