Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Pengguna Vape di Bali Melonjak, Tertinggi Kedua Setelah Jogya
Pakar Peringatkan Ancaman Serius
BERITABALI.COM, BADUNG.
Pulau Bali kini menghadapi ancaman serius akibat maraknya penggunaan rokok elektronik (vape). Provinsi ini tercatat memiliki pengguna vape tertinggi kedua di Indonesia, hanya berada di bawah Yogyakarta.
Fakta tersebut diungkap oleh pakar kesehatan dari Udayana Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health, dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH PhD, dalam sebuah kegiatan di Pecatu, Badung, Sabtu (22/11/2025).
Menurut dr Ayu, tren penggunaan vape semakin mengkhawatirkan karena mayoritas penggunanya berasal dari kelompok usia muda. Banyak yang awalnya hanya ingin “coba-coba”, namun akhirnya berujung pada kecanduan.
Dalam regulasi Pasal 429, zat adiktif didefinisikan sebagai produk yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna maupun masyarakat, baik berbentuk padat, cair, maupun gas, termasuk rokok tembakau, rokok daun, tembakau iris, hingga rokok elektronik. Namun di lapangan, industri rokok elektronik dinilai semakin cerdik memasarkan produknya.
Baca juga:
BNN Gianyar Sidak Toko Vape di Sukawati
“Produsen membangun citra vape sebagai produk yang lebih sehat, modern, bahkan diklaim bisa membantu berhenti merokok. Padahal kenyataannya justru membuat pengguna ketergantungan nikotin dari dua sumber sekaligus,” tegas dr Ayu.
Ia juga mengutip data WHO yang menyebutkan bahwa 8 juta orang meninggal setiap tahun akibat merokok, termasuk 1,3 juta perokok pasif. Di Indonesia, lebih dari 260 ribu jiwa kehilangan nyawa tiap tahun akibat rokok, sementara sekitar 2 juta kasus penyakit tercatat berkaitan langsung dengan konsumsi tembakau.
Beban ekonomi akibat konsumsi rokok juga sangat besar, mencapai Rp596,61 triliun per tahun. Pada keluarga miskin, pengeluaran untuk rokok bahkan menjadi yang tertinggi kedua setelah beras.
Prevalensi penggunaan rokok elektronik di Indonesia pun melonjak drastis. Tahun 2011 angkanya hanya 0,3%, namun pada 2021 meningkat hampir 10 kali lipat.
Padahal, risiko kesehatan vape sangat beragam, mulai dari kecanduan nikotin, gangguan pernapasan, iritasi mata, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), risiko kanker, hingga bahaya ledakan perangkat akibat baterai.
“Pertumbuhan dapat terhambat, konsentrasi menurun, prestasi merosot, dan kecanduan nikotin muncul sejak dini,” ucapnya.
Lebih jauh, industri rokok elektronik juga disebut aktif menyasar remaja melalui berbagai strategi pemasaran, seperti promosi masif di media sosial, menggandeng influencer, menampilkan aroma buah dan rasa manis, hingga membangun citra ‘keren dan modern’.
dr Ayu mengingatkan bahwa jika tidak segera dikendalikan, Bali bukan hanya menjadi tujuan wisata, tetapi bisa berubah menjadi “zona merah kecanduan vape” bagi generasi muda.
“Ini saatnya bergerak, sebelum anak-anak kita menjadi korban berikutnya,” tutupnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga
Berita Terpopuler
6.532 Warga Turun ke Jalan, Tabanan Gelar Grebeg Sampah Serentak
Dibaca: 5712 Kali
Pelajar Tabanan Raih Prestasi Nasional FLS2N 2025, Bupati Sanjaya Bangga
Dibaca: 4841 Kali
Turis Somalia Ngamuk Tuduh Sopir Curi HP, Ternyata Terselip di Jok Mobil
Dibaca: 4280 Kali
Gudang BRI Ubud Ambruk Akibat Longsor
Dibaca: 4118 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem