Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Miris, Anak Mulai Merokok Sejak Usia 10 Tahun, Vape Jadi Ancaman Baru
BERITABALI.COM, BADUNG.
Fenomena perokok anak di Bali kembali memicu perhatian serius. Meski prevalensi perokok dewasa di Bali tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional, penggunaan rokok oleh anak dan remaja terutama rokok elektronik (vape) dinilai semakin mengkhawatirkan.
Peringatan ini disampaikan oleh pakar kesehatan dari Udayana Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health, dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH PhD, dalam sebuah pertemuan kesehatan di Pecatu, Badung, Sabtu (22/11/2025).
Menurut dr. Ayu, prevalensi perokok dewasa di Bali berada pada kisaran 19%, lebih rendah dari angka nasional sebesar 30%. Namun untuk perokok anak, datanya belum sepenuhnya dipetakan. Meski demikian, prevalensinya disebut “cukup tinggi dan patut diwaspadai.”
Berdasarkan survei perilaku merokok nasional, sebagian besar perokok di Indonesia mulai mencoba merokok pada usia 10–19 tahun.
“Itu berarti kelas 4 SD sudah ada yang mencoba merokok. Di Bali pun datanya serupa,” ungkap dr Ayu.
Ia menegaskan bahwa rentang usia tersebut merupakan fase paling rentan, karena remaja mudah dipengaruhi lingkungan, iklan, hingga dorongan rasa ingin tahu.
Yang lebih mencemaskan, penggunaan vape di kalangan anak sekolah menunjukkan tren peningkatan. Dalam salah satu penyuluhan ke sekolah dasar, dr. Ayu menemukan fakta yang membuatnya terkejut.
“Saya tanya anak kelas 5 SD, kalian tahu vape? Mereka jawab: ‘Tahu, Bu.’ Mereka lihat dari kakaknya atau bahkan orang tuanya. Artinya paparan vape sudah masuk ke rumah,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pengaruh iklan dan promosi produk tembakau juga menjadi faktor besar yang mendorong anak mencoba vape.
“Pesan iklannya sekarang sangat terang-terangan. Mendorong anak-anak untuk mencoba sensasi baru. Itu sangat berbahaya,” tegasnya.
Menurut dr. Ayu, solusi yang perlu didorong bukan sebatas larangan merokok, melainkan upaya mengubah pandangan masyarakat terhadap perilaku tersebut.
“Namanya denormalisasi perilaku. Bukan melarang, tapi membuat merokok perlahan dianggap tidak keren lagi, tidak lumrah lagi,” tambahnya.
Fenomena perokok anak di Bali saat ini menjadi alarm keras bagi pemerintah, lembaga pendidikan, dan keluarga. Penguatan edukasi, pengawasan iklan tembakau, serta peningkatan kesadaran orang tua dinilai penting agar generasi muda tidak menjadi sasaran industri tembakau yang semakin agresif.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga
Berita Terpopuler
6.532 Warga Turun ke Jalan, Tabanan Gelar Grebeg Sampah Serentak
Dibaca: 5728 Kali
Pelajar Tabanan Raih Prestasi Nasional FLS2N 2025, Bupati Sanjaya Bangga
Dibaca: 4841 Kali
Turis Somalia Ngamuk Tuduh Sopir Curi HP, Ternyata Terselip di Jok Mobil
Dibaca: 4280 Kali
Gudang BRI Ubud Ambruk Akibat Longsor
Dibaca: 4118 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem