search
light_mode dark_mode
Puskeswan Gianyar Dorong Eliminasi Rabies Humanis dan Terukur

Rabu, 24 September 2025, 13:27 WITA Follow
image

beritabali/ist/Puskeswan Gianyar Dorong Eliminasi Rabies Humanis dan Terukur.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Ancaman rabies masih membayangi Pulau Bali, yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata dunia. Penyakit mematikan yang menular lewat gigitan hewan, khususnya anjing, tak hanya mengancam nyawa manusia, tetapi juga citra pariwisata dan nilai budaya Bali.

Menyikapi hal ini, UPTD Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) III Kabupaten Gianyar menyatakan siap menindaklanjuti permintaan eliminasi anjing sesuai prosedur dan kebutuhan lapangan.

Kepala UPTD Puskeswan III Gianyar, drh. Arya Dharma, menegaskan bahwa eliminasi rabies harus dilakukan secara terukur, bukan dengan kekerasan.

“Sudah saatnya kita mengambil langkah berani, selektif, dan tertarget untuk mengeliminasi rabies secara tuntas, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan pendekatan yang cerdas, humanis, dan berkelanjutan,” ujarnya, Rabu (24/9).

Menurut Arya, pelaksanaan eliminasi dilakukan berdasarkan laporan masyarakat. “Kalau ada laporan kasus gigitan yang mengarah suspek rabies dan permintaan dari desa atau adat, selama ini begitu polanya,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa program eliminasi selektif merupakan strategi pengendalian rabies yang fokus pada wilayah dan populasi berisiko tinggi. Tujuannya adalah melindungi masyarakat, menciptakan lingkungan aman bagi wisatawan, serta menjaga warisan budaya Bali.

“Ini bukan program sembarangan. Ini adalah intervensi terukur berbasis data, bukan sekadar reaksi panik,” tegasnya.

Arya menekankan rabies adalah penyakit 100 persen fatal jika gejala sudah muncul. “Sekali gejala muncul, tidak ada obatnya. Satu gigitan bisa menghilangkan satu nyawa atau lebih,” katanya.

Dengan populasi anjing yang tidak terkendali, terutama di daerah wisata dan pemukiman padat, risiko penularan meningkat tajam. Anak-anak, petani, turis, bahkan pecalang pun bisa menjadi korban.

“Citra Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia bisa tercoreng hanya oleh satu kasus rabies. Berita buruk menyebar lebih cepat daripada promosi wisata,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan dampak sosial dan ekonomi yang bisa timbul. “Bayangkan turis yang ingin menikmati pantai justru dikejar anjing liar, atau kasus gigitan yang viral di media sosial. Ini bukan sekadar cerita horor, ini bisa menjadi bencana ekonomi bagi masyarakat lokal,” katanya.

Dalam budaya Bali, anjing dianggap bagian dari keluarga, penjaga rumah, sekaligus pengiring ritual. Namun ketika populasi tidak terkendali dan rabies mengintai, pembiaran justru bertentangan dengan nilai Tri Hita Karana—keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.

“Dengan penataan yang tepat, anjing tetap bisa menjadi bagian budaya, tapi dalam kondisi sehat, divaksin, dan tidak membahayakan. Kita tidak sedang melawan hewan, kita sedang melawan penyakit, demi budaya itu sendiri tetap lestari,” tegas Arya.

Ia menekankan eliminasi rabies bukan hanya tugas pemerintah, melainkan harus melibatkan berbagai pihak seperti Dinas terkait, TNI/Polri, Kejaksaan, Satpol PP, pecalang, dokter hewan, tokoh adat, pengelola shelter, komunitas pecinta anjing, hingga wisatawan.

“Bali bisa menjadi contoh dunia, bahwa kita bisa menata populasi anjing dan memberantas rabies tanpa kekerasan brutal, tanpa mengorbankan budaya, dan tanpa menakut-nakuti masyarakat. Dengan langkah ilmiah dan kolaboratif, Bali akan dikenal sebagai pulau yang sehat, aman, nyaman, dan bermartabat,” pungkasnya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/gnr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami