Upacara Adat Bali Ngaben: Jenis, Tujuan dan Tata Cara (Part 2)
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Secara umum rangkaian pelaksanaan ritual upacara ngaben sebagai berikut:
Ngulapin
Upacara untuk memanggil sang Atma. Upacara ini juga dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal di luar rumah seperti di rumah sakit. Upacara ini dilaksanakan tak sama sesuai dengan tata tutorial dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.
Nyiramin atau Ngedusin
Upacara untuk membersihkan jenazah, upacara ini biasanya dilaksanakan di halaman rumah keluarga yang bersangkutan (natah). Disertai pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, serta perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan manfaat dari tubuh dari tahap tubuh yang tak dipakai ke asalnya, apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali supaya dianugerahi badan yang lengkap.
Kajang
Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku. Seusai di tulis para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan kajang sedikit demi sedikit sebanyak tiga kali, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga mendiang bisa segera melakukan perjalanan ke alam selanjutnya
Ngaskara
Penyucian roh mendiang, dengan tujuan agar roh dapat bersatu dengan dengan tuhan.
Mameras
Upacara ini dilakukan apabila mendiang telah memiliki cucu. Sebab menurut keyakinan cucu tersebut yang akan menuntun jalannya mendiang melewati doa dan karma baik yang mereka laksanakan
Papagetan
Berasal dari kata pegat yang berarti putus, upacara ini untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua faktor tersebut akan menghalangi perjalanan sang roh menuju Tuhan.
Dengan cara ini artinya keluarga mendiang telah ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih baik. sarana upacara ini adalah sesaji yang disusun pada suatu lesung batu yang diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk semacam gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut.
Nantinya benang ini akan dilewati oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar rumah hingga putus.
Pakiriman Ngutang
Sesuai upacara Papegatan maka dilanjutkan dengan pakiriman ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan di ke atas Bade atau wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tak wajib ada, dan bisa diganti keranda biasa yang disebut pepaga.
Dari rumah yang bersangkutan anak buah masyarakat bakal mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi dengan Baleganjur. Di perjalanan menuju kuburan jenazah bakal diarak berputar tiga kali di depan rumah mendiang, berlawanan arah jarum jam sebagai simbol mengembalikan unsur Pancha Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing, dan sebagai tanda perpisahan dengan keluarga.
Berputar tiga kali di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar tiga kali di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia.
Ngeseng
Upacara pembakaran jenazah, jenazah dibaringkan di tempat yang disediakan disertakan sesaji kemudian diperciki oleh pemangku yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api diiringi dengan Puja Mantra dari pemangku.
Setelah selesai baru jenazah dibakar dengan hangus, tulang-tulang hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
Nganyud
Nganyud bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang tetap tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilakukan di laut, atau sungai.
Makelud
Makelud biasanya dilaksanakan 12 hari seusai upacara pembakaran jenazah. Makna upacara makelud ini adalah membersihkan dan mensucikan kembali lingkungan keluarga dampak kekecewaan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari kekecewaan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa hukuman 12 tahun di tengah hutan.
Upacara ngaben sejatinya mengajarkan kita bahwa setiap hidup manusia akan kembali ke sang pencipta. Kita sebagai insan manusia ini diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidak abadi ketika roh menuju nirwana hanya amal perbuatan yang menemani. (Sumber: Bali.Suara.com)
Reporter: bbn/net