search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kasus Diabetes Naik di Bali, Kebijakan Larang AMDK Dikritik
Senin, 16 Juni 2025, 19:40 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Kasus Diabetes Naik di Bali, Kebijakan Larang AMDK Dikritik.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Diabetes melitus masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Penderitanya kini tak hanya menyasar warga lanjut usia tetapi juga merambah ke usia produktif bahkan remaja. Belakangan, terjadi peningkatan angka penderita diabetes di Bali.

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali menyebutkan peningkatan itu terjadi dalam dua tahun terakhir. Pada 2023 lalu tercatat ada 30.856 penderita diabetes di Bali. Jumlah itu melonjak 14.854 menjadi 45.710 orang pada 2024.

Sementara pada 2025, hasil skrining gula darah yang dilakukan di seluruh kabupaten/kota di Bali menemukan puluhan remaja berusia 15-17 tahun terpapar diabetes melitus. Angka ini belum termasuk penderita di atas usia tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Bali, I Nyoman Gede Anom, mengakui peningkatan angka penderita diabetes harus diwaspadai. Meski demikian, ia belum mengetahui secara pasti faktor penyebab remaja di Bali bisa mengidap diabetes.

"Ini harus dilakukan penelitian yang panjang terkait pola hidup, faktor keturunan, pola makan, riwayat penyakit, dan lain-lain," katanya.

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 11,7%. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi sebesar 10,5% atau sekitar 27,7 juta orang. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun mengonfirmasi kasus diabetes pada anak meningkat pesat, bahkan hingga 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023.

Padahal, salah satu cara mencegah diabetes adalah dengan memperbanyak konsumsi air putih. Mengutip laman Express, Dokter Deborah Lee dari Dr Fox Online Pharmacy mengatakan, "Minum lebih banyak air putih merupakan cara terbaik untuk membantu ginjal menurunkan kadar gula darah dan mencegah dehidrasi."

Penelitian di Inggris juga membuktikan konsumsi air putih sekitar 1 liter per hari menurunkan risiko diabetes sebesar 28 persen. Rendahnya asupan air putih berkaitan dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang bisa mengarah ke diabetes.

Sayangnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah mewacanakan pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 9 Tahun 2025. Kebijakan ini justru dinilai bisa membuka peluang peningkatan penderita diabetes di Bali.

Masyarakat dikhawatirkan bakal lebih banyak mengonsumsi minuman berpemanis karena sulitnya mendapati AMDK berkualitas. Jika itu terjadi, Bali bukan saja menghadapi masalah kesehatan seperti peningkatan penderita diabetes melitus hingga cuci darah, tetapi juga problem lingkungan akibat sampah kemasan plastik minuman berpemanis.

Meroketnya pembelian minuman manis, baik dalam botol maupun kemasan sachet, diperkirakan akan meningkatkan volume sampah plastik. Apalagi, sachet merupakan jenis plastik yang mendominasi di Bali dan sulit dikelola karena tidak memiliki nilai ekonomis tinggi.

Audit sampah yang dilakukan Sungai Watch 2025 mendapati 5,5 persen dari total sampah di Bali adalah plastik sachet. Data sensus Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mencatat bahwa sachet mendominasi dari total 25.733 sampah plastik yang dikumpulkan.

Koordinator Program Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhamad Kholid Basyaiban, mempertanyakan SE Nomor 9 Tahun 2025 yang tidak melarang produksi dan distribusi kemasan sachet. Ia heran karena larangan justru menyasar kemasan air minum yang memiliki nilai ekonomi dan mudah didaur ulang.

"Kalau ngomongin sachet waktu kami melakukan brand audit sampah di Bali itu juga dominan. Sampah-sampah ini nggak bisa didaur ulang juga. Mereka ini sampah-sampah residu," tegas Kholid.

Tokoh masyarakat Bali, Anak Agung Susruta Ngurah Putra, secara tegas menilai kebijakan ini menyasar pihak yang salah. Ia mengaku heran SE Gubernur Koster hanya menyasar botol AMDK yang memiliki nilai ekonomi dan menjadi tulang punggung industri daur ulang.

"Kalau memang berdasarkan data, harusnya sachet yang lebih dulu dilarang. Tapi kenapa yang dikorbankan botol plastik yang justru lebih mudah didaur ulang?" tanya Susruta.

Di satu sisi, AA Susruta mendukung upaya Pemprov Bali untuk menekan jumlah sampah, tetapi tidak dengan pelarangan produksi dan distribusi AMDK. Politikus yang juga pengusaha ini menilai bahwa pelarangan tersebut hanya menjadi kebijakan simbolik yang tidak berbasis data lapangan.

"Jadi mari kita bergerak ke solusi yang lebih sistemik yakni mengelola bukan melarang dan memberdayakan bukan menghapus," katanya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami