Dampak SE Gubernur: 16 Pabrik AMDK di Bali Terancam Tutup, Ribuan Karyawan Kena PHK
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BANGLI.
Direktur Utama CV Tirta Taman Bali, produsen air minum dalam kemasan (AMDK) merek Nonmin, I Gde Wiradhitya Samuhata SE., MMgt, angkat bicara soal kebijakan pelarangan kemasan air minum di bawah 1 liter yang dikeluarkan melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali.
Secara umum pihaknya mendukung upaya menjaga kelestarian alam Bali, namun menilai pelaksanaan aturan ini terlalu tergesa. "Secara umum kami mendukung karena menjaga alam terutama di Bali yang merupakan pulau kecil. Kita perlu melestarikan alam juga tapi khusus untuk pelarangan di bawah 1 liter menurut saya itu pertama terlalu tergesa-gesa terlalu mendadak," tegasnya, Senin (9/6/2025).
Wiradhitya mengungkapkan, saat rapat pertama bersama Gubernur Bali, permasalahan utama yang dipaparkan adalah soal pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga hingga Tempat Pembuangan Akhir (TPA), bukan dari sisi produsen atau distributor. "Di situ dari awal itu pure masalahnya itu dari sampahnya itu sendiri artinya dari tangan rumah tangga atau konsumen yang menjadi sampah sampai di tempat pembuangan akhir penanganannya itu sudah bermasalah," katanya.
Menurutnya, sebelum mengambil kebijakan drastis ke produsen, pemerintah sebaiknya meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah dari sumbernya. Ia menyebut angka keberhasilan pengelolaan sampah yang dipaparkan saat itu masih di kisaran 42 persen.
"Kalau sudah mencapai 70 persen namun persoalan sampah ini masih timbul, nah itu sah-sah saja pemerintah langsung lompat ke produsennya. Tapi ini masih 42 persen terus tiba-tiba muncul slide larangan, saya juga kaget," ujarnya.
Ia menyoroti dampak kebijakan ini terhadap industri AMDK lokal di Bali, termasuk potensi pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan data ASPADIN, dari 18 pabrik AMDK di Bali, hanya 2 yang produksi utamanya galon, sementara 16 pabrik masih mengandalkan kemasan di bawah 1 liter.
"Kalau pak Gubernur mau menerapkan ini secara ketat, kami khawatir dari 18 pabrik itu, cuma 2 pabrik yang akan bertahan," jelasnya.
Belum lagi potensi dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) nantinya jika pabrik itu tutup. "Yang pasti dari CV Taman Bali itu ada dua pabrik ada 120 karyawan anggap saja 1 pabrik ada 60 karyawan, kemarin ASPADIN bilang dari 18 yang terdaftar ada 16 yang bergantung di bawah satu liter, 16 kali 90 paling tidak ya, itupun di satu pabrik cuma satu shift, belum lagi aqua itu 3 shift anggap saja 60 kali 3 satu shift, kemudian kali 16 itu sudah berapa ya," sebutnya.
Meski omzet CV Tirta Taman Bali 80 persen berasal dari galon, pihaknya tetap terdampak karena sudah melakukan investasi pembelian mesin produksi botol plastik. "Kita sudah bayar DP 40 persen dari dua mesin itu, jadi terpaksa harus ikut bersuara," imbuhnya.
Tirta Taman Bali juga menyatakan kesiapan membantu pemerintah dalam pengelolaan sampah, termasuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat hingga menawarkan CSR perusahaan untuk pengolahan limbah. Namun, Wiradhitya berharap pemerintah tidak serta-merta melompat ke larangan produksi.
"Kalau mau bergerak bersama-sama mari bergerak bersama-sama. Selama ini ada peraturan seperti ini kami baru diundang," tegasnya.
Ia juga menyentil bahwa kebijakan ini terkesan tidak adil karena tidak langsung menyentuh kemasan soft drink, saset, dan jenis plastik lainnya. "Waktu rapat tidak membahas sampah saset, kami fokus industri kami dulu. Padahal sampah saset paling banyak," ujarnya.
Pihaknya berharap kebijakan ini bisa dievaluasi dan dijalankan bertahap. Misalnya dimulai dari pelarangan cup atau kemasan di bawah 500 ml terlebih dahulu.
"Pokoknya dari Taman Bali full akan mensupport, kalau misalnya untuk melompat langsung melarang kemasan plastik di bawah 1 liter bagi produsen dan distributor itu saya sangat tidak setuju," tutupnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim