search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tradisi Ngerebeg di Desa Kukuh
Rabu, 29 Desember 2010, 16:23 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Warga Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan memiliki tradisi unik yang disebut Ngerebeg. Upacara ini sebagai simbol ungkapan suka cita warga karena seluruh rangkain upacara di Pura Kahyangan Kedaton yang ada di desa itu selesai digelar dengan sempurna.

Tradisi ini kembali digelar pada piodalan yang jatuh pada Anggara Kasih, Medangsia, Selasa (28/12).

Ngerebeg, merupakan perosesi atau ritual pamungkas upacara piodalan. Prosesi ini digelar ketika Sang Surya sudah condong ke barat. Suara kulkul bertalu-talu mengawali prosesi ngebeg.

Anak-anak kecil dan remaja sudah terlihat mempersiapkan bahan-bahan untuk ngerebeg. Jika mereka kalah cepat untuk mendapatkan tedung, bandrang, lelontek dan tombak, mereka pun akan mencari ranting-ranting pohon untuk digunakan pada upacara Ngerebeg.

Sebelum prosesi itu dimulai, Ida Betara Petapakan berupa barong landung dan barong ket tedun dari balai paruman untuk menyaksikan prosesi Ngerebeg. Seluruh pemangku se-Desa Kukuh mempersiapkan tirta yang ditaruh di dalam bumbung, menyiapkan tuak, arak, berem guna dipersembahkan kepada bhuta kala.

Ketika pemangku memerciki tirta, sorak warga pun membahana. Anak-anak, remaja dan orang tua yang telah membawa tumbak, lelontek dan tedung melesat berlari mengitari areal pura sebanyak tiga kali.

Uniknya, saat ngrebeg berlangsung, penghuni Alas Kedaton seperti monyet ikut bersorak dan berbaris di tembok penyengker pura. Sementara ratusan kelelawar terbang rendah mengitari pura.

Bendesa Adat Kukuh, I Gede Subawa, Selasa petang menjelaskan, Ngerebeg sebagai simbol ungkapan suka cita karena seluruh rangkain upacara di Pura Kahyangan Kedaton selesai digelar dengan 'labda karya sidaning don' (sempurna).

Jika ditilik dari arti kata, Ngrebeg bermakna greget. Ngerebeg kata Subawa merupakan tradisi yang telah diwarisi secara turun temurun.

�Ngerebeg juga sebagai simbol melepas hawa nafsu, juga bermakna gereget suka cita atas selesainya seluruh rangkaian upacara pidoalan,� jelas Gede Subawa.

Usai tradisi Ngrebeg, rangkaian upacara ditutup dengan Tari Pendet. Uniknya tarian ini dibawakan oleh seluruh pemangku se-Desa Adat Kukuh yang menghadiri upacara piodalan.

Setelah itu, pemangku akan menarikan Kincang-Kincung. Tampak pemangku berbaris dua beresap berhadapan. Barisan
pertama membawa daun pisang emas dalam bentuk tekor, sementara barisan di hadapannya membawa botol yang berisi tuak arak berem.

Saat kedua barisan pemangku berpapasan, pemangku pemegang botol menuangkan araknya, sementara pemangku lainnya menengadahkan tekor.

Makna dari tari Kincang Kincung ini kata Bendesa Adat Kukuh sebagai upaya ngelebar (menutup) rangkaian upacara.

Pura peninggalan purbakala Bali, NTB, dan NTT ini seperti memiliki empat pintu masuk. Di pura ini ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi yakni Sembahyang tidak boleh
memakai kwangen.

Tidak boleh memasang penjor. Sampian harus terbuat dari daun pisang emas. Tanpa menggunakan dupa. Tanpa menggunakan jajan gina berwarna merah. Serta tidak boleh menyapu dengan sapu lidi, dan harus memakai ranting-ranting pohon. (nod)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami