Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan

Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Larangan Air Kemasan Kecil di Bali Dinilai Sulit Diterapkan Saat Upacara Adat
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Larangan penggunaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ukuran di bawah 1 liter yang dicanangkan Gubernur Bali I Wayan Koster terlihat masih belum bisa dilaksanakan masyarakat Bali.
Ini terlihat dari beberapa acara yang diselenggarakan masyarakat selama peringatan Tumpek Landep pada pertengahan September lalu. Pasalnya, sajian air kemasan jenis itu, utamanya gelas plastik, dinilai masih terjangkau harganya, lebih efisien, praktis, dan lebih ramah lingkungan saat digunakan dalam gelaran upacara adat yang dihadiri ratusan orang yang membutuhkan banyak air.
Berbeda dengan jenis sampah plastik rumah tangga lainnya, sudah menjadi kesadaran masyarakat mengumpulkan sampah plastik botol atau plastik gelas yang langsung bisa dijual kembali.
Baca juga:
Produsen AMDK Lokal Bali Tolak Hentikan Produksi di Bawah 1 Liter, Siap Gugat SE Gubernur
Hal itu terlihat saat masyarakat Bali mengadakan upacara Tumpek Landep pada Sabtu, 20 September lalu. Tumpek Landep adalah perayaan untuk menyucikan semua benda yang memiliki sifat tajam atau runcing, baik senjata, alat pertanian, hingga alat elektronik dan kendaraan, serta memohon kepada Sang Hyang Siwa Pasupati agar benda-benda tersebut bermanfaat dan bertuah. Upacara bisa dilakukan di keluarga kecil saja maupun keluarga besar.
Jika dirayakan keluarga besar, biasanya upacara Tumpek Landep ini disertai dengan makan minum bersama dan mengundang banjar yang ada di sekitarnya. Seperti terlihat di Banjar Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan, yang dihadiri ratusan orang, sebuah keluarga tengah merayakan upacara ini bersama keluarga besar.
Terlihat, keluarga tersebut masih menyajikan AMDK jenis gelas plastik dan botol kecil untuk minuman para tamu. Salah satu anggota keluarga itu mengatakan sulit jika tidak menggunakan AMDK jenis itu, terutama yang kemasan gelas plastik.
“Sulit jika tidak menggunakan air kemasan gelas. Apalagi tempatnya tidak terlalu luas. Jadi, air kemasan gelas plastik ini lebih praktis untuk digunakan dan tidak terlalu merepotkan para tamu,” katanya.
Pemilik produsen AMDK lokal Bali bermerek Amiro, Hermawan Ketut, mengatakan meski secara pasar AMDK jenis gelas plastik atau cup itu sudah turun karena permintaan dari perangkat desa mulai menurun, tetapi masyarakat masih saja membeli dan mencarinya.
“Sampai saat ini masyarakat Bali terutama yang berada di luar kota masih terus mencari air kemasan gelas plastik ini kalau mereka ada hajatan atau upacara adat. Jadi, kalau di masyarakat masih pakai. Kecuali di sekolah-sekolah dan kantor-kantor dinas pemerintah. Ini pasarnya gede. Kalau ada hajatan, acara, masyarakat butuh banyak,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan pemilik AMDK lokal lainnya bermerek Holy, Ary Daniel. Dia mengutarakan pesanan terhadap AMDK jenis cup ini masih lancar dan besar meskipun memang agak berkurang.
“Masyarakat menilai air kemasan gelas ini lebih praktis dan bisa dimasukkan di kotak snack saat ada acara hajatan atau upacara adat,” ucapnya.
Menurutnya, para distributor juga masih berharap larangan terhadap penjualan AMDK cup ini tidak jadi dilaksanakan. “Mereka sih berharap kalau bisa dibatalkan larangan itu. Soalnya kan air kemasan itu dibutuhkan banget. Bagi mereka, kan sudah punya pasar, sudah punya pelanggan. Jadi sudah cocok begitu,” bebernya.
Demikian juga disampaikan pemilik AMDK lokal bermerek Nonmin, I Gde Wiradhitya Samuhata. Menurutnya, kalau dilihat dari permintaan masyarakat, AMDK jenis cup ini masih diminati.
Sebelumnya, I Gde Suanda, warga Bali yang tinggal di Denpasar, mengatakan masyarakat Bali merasa kesulitan saat ada upacara adat seperti pernikahan dan kematian atau Ngaben jika air kemasan gelas plastik ini dilarang.
“Kalau itu dilarang dilema buat kita pada saat nanti ada upacara Ngaben, potong gigi, atau nikahan. Itu kan melibatkan banyak orang. Masak orang-orang yang membantu dan para tamu tidak disuguhi minuman bersama dengan makanannya,” ujarnya.
Pria yang sering mengikuti upacara adat ini menilai bila masyarakat diminta menggunakan gelas kaca atau air kemasan yang satu liter, tentu itu akan sangat membebani masyarakat yang kurang mampu.
“Jika ada ratusan orang yang datang ke upacara tersebut, lalu menggunakan gelas kaca, bisa dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan tuan rumah. Iya kalau misalkan orangnya mampu, kalau tidak bagaimana? Kasihan jadinya tuan rumahnya,” katanya.
Selain itu, seorang warga di Denpasar bernama Ketut Ariano yang ditemui pada kegiatan warga adat yang meninggal mengatakan heran dengan keluarnya peraturan yang melarang masyarakat Bali untuk menggunakan air minum kemasan plastik di bawah satu liter pada upacara adat.
“Itu kan nambah-nambahi biaya saja. Air minum kemasan yang satu liter itu kan harganya lebih mahal. Selain itu, nggak cocok jika dihidangkan kepada para tamu yang datang. Ukurannya terlalu besar dan mubazir jika digunakan untuk upacara-upacara adat,” ucapnya.
Apalagi, katanya, jumlah tamu yang datang pada upacara adat itu tidak sedikit dan acaranya juga tidak hanya sehari saja. Sampah kemasan gelas dan botol sudah otomatis dikumpulkan, karena bisa dijual kembali.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim
Berita Terpopuler
Bajang Karangasem Tewas Tertabrak Truk di Depan Depo Pertamina Antiga
Dibaca: 2900 Kali
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
