TPS3R Seminyak Kirim 10 Ton Botol Plastik per Bulan, Dari Sampah Jadi Cuan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Siapa sangka, botol plastik berukuran kecil ternyata menyimpan potensi besar.
Di tangan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Desa Adat Seminyak, Badung, limbah botol plastik justru menjadi sumber cuan dan lapangan kerja.
Ketua TPS3R Desa Adat Seminyak, I Komang Rudita Hartawan, mengungkapkan, botol-botol plastik yang sebagian besar dikumpulkan dari akomodasi pariwisata di kawasan Seminyak, dikirim dua kali setiap bulan ke pabrik pengolahan di Bekasi.
Dalam sebulan, total botol plastik berhasil dikirim mencapai 10 ton.
“Botol plastik itu meskipun kecil, volumenya besar. Nilainya paling tinggi kalau masuk ke pabrik Coca-Cola,” ujar Rudita saat ditemui Jumat (1/8/2025) siang di Desa Seminyak, Badung.
Tak hanya menghasilkan keuntungan ekonomi dari penjualan limbah, pengelolaan sampah plastik ini juga menyerap tenaga kerja lokal secara signifikan.
Baca juga:
Bupati Giri Prasta Resmikan Gedung Baru TPS3R Mohija Collection Center Desa Adat Seminyak
Saat ini, sebanyak 52 orang terlibat aktif dalam proses pengumpulan dan pengemasan.
Namun, di tengah upaya positif tersebut, muncul wacana pembatasan penggunaan botol plastik air mineral di bawah satu liter oleh pemerintah Provinsi Bali. Rudita menilai, langkah tersebut belum tepat.
"Daripada dibatasi, lebih baik diedukasi. Masyarakat perlu tahu cara memperlakukan sampah dengan benar. Jangan dibuang sembarangan,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan agar masyarakat turut berperan dalam pengelolaan sampah secara bertanggung jawab.
Selanjutnya salah satu pengelola bank sampah, Ni Wayan Riawati, Direktur Bali Wastu menyampaikan, kebijakan pembatasan penggunaan botol plastik kemasan di bawah satu liter diwacanakan pemerintah Provinsi Bali mendapat tanggapan dari pelaku pengelolaan sampah juga salah satunya datang dari pengelola bank sampah.
Menurutnya, larangan tersebut sah-sah saja, namun perlu diimbangi dengan solusi yang konkret dan dapat diterapkan di lapangan.
"Tidak masalah jika kemasan botol plastik di bawah satu liter dilarang, tapi gantinya harus jelas. Sekarang banyak hotel justru mengganti dengan botol kaca, yang malah tidak bisa kami olah," ungkap Riawati.
Ia menjelaskan, pengelolaan sampah berbahan kaca jauh lebih rumit karena tidak semua fasilitas pengolahan memiliki teknologi atau jalur distribusi untuk mendaur ulang kaca.
Hal ini dikhawatirkan justru menambah volume sampah residu yang tidak bisa ditangani secara lokal.
Bank sampah berharap pemerintah tidak hanya fokus pada pelarangan, tetapi juga memperkuat edukasi dan infrastruktur daur ulang agar transisi menuju pengurangan plastik bisa berjalan efektif dan tidak merugikan ekosistem pengelola sampah di tingkat komunitas.
Langkah kecil dari Seminyak ini menjadi contoh bahwa sampah, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi berkah ekonomi dan solusi lingkungan
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga