Gayor Bali, Warisan Tradisi yang Kini Bernilai Ekonomi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Di tengah gempuran modernisasi, lima kelompok kreatif anak muda Bali unjuk kebolehan dalam Lomba Kreasi Dekorasi Pintu Masuk (Gayor) yang digelar di halaman Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Rabu (2/7/2025).
Meski jumlah penonton tak begitu ramai, ajang ini menjadi ruang penting untuk menghidupkan seni tradisi sekaligus menumbuhkan kreativitas generasi muda. Para peserta tampak antusias merangkai bunga, menganyam janur, dan menciptakan gayor yang kaya estetika dan sarat makna simbolik.
Gayor yang dulu hanya terlihat dalam upacara adat, kini mulai dipakai di hotel, acara formal, hingga objek wisata sebagai ornamen penyambutan khas Bali.
“Anak-anak muda ini luar biasa. Mereka mampu menyulap bahan alami seperti bambu, daun, dan bunga menjadi karya seni bernilai tinggi,” ujar Prof. Dr. Ketut Muka Pendet, Guru Besar ISI Denpasar sekaligus dewan juri lomba.
Prof. Pendet menambahkan, potensi seni tradisi seperti gayor bukan sekadar pelestarian budaya, tetapi juga peluang ekonomi kreatif yang menjanjikan. Menurutnya, sejumlah hotel di kawasan wisata seperti Ubud telah memanfaatkan dekorasi gayor sebagai elemen penyambutan eksklusif bagi wisatawan.
“Ini bukti nyata bahwa budaya bisa menghidupi masyarakat. Tinggal bagaimana kita mengembangkannya dengan tetap menjaga nilai-nilai leluhur,” jelasnya.
Gayor atau pelengkungan dikenal sebagai hiasan pintu masuk saat upacara adat di Bali. Setiap elemen seperti ambu, don andong, hingga dore memiliki makna spiritual mendalam. Di tengah perkembangan zaman, gayor mengalami modifikasi bentuk namun tetap mempertahankan konsep pelengkung sebagai simbol kekuatan kosmos.
Sejak awal 2000-an, bahan sintetis untuk dekorasi mulai ditinggalkan demi keberlanjutan lingkungan. Di era Gubernur Wayan Koster, penggunaan bahan alami seperti bambu, janur, dan daun pisang makin ditegaskan dalam upaya pelestarian tradisi.
Prof. Pendet juga menyoroti pentingnya pemahaman filosofi di balik susunan dekorasi.
“Kalau ingin menampilkan keindahan sekaligus makna kosmologis, susunan dekorasi harus sesuai konsep leluhur. Misalnya lamak, kayonan di atas sebagai simbol gunung, dan elemen bawah sebagai simbol api dan alam,” tegasnya.
Lomba ini diharapkan bisa melahirkan pelaku ekonomi kreatif berbasis budaya lokal yang tak hanya kreatif, tetapi juga paham nilai-nilai spiritual warisan leluhur Bali.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga