search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
UU Desa Bisa Jerat Perbekel Baturiti Usai Tolak Proposal Gerindra

Sabtu, 7 Juni 2025, 12:26 WITA Follow
image

beritabali/ist/UU Desa Bisa Jerat Perbekel Baturiti Usai Tolak Proposal Gerindra.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Video pernyataan Perbekel Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, I Made Suryana viral di media sosial usai menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap proposal dari Partai Gerindra. 

Dalam video yang diunggah Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah, Perbekel Suryana tegas menyebut tidak akan menandatangani surat apapun yang berasal dari Gerindra.

"Ini dia sosok kepala desa yang sangat benci dengan Partai Gerindra dan pemecah belah rakyat di bawah dan pemecah belah bangsa. Ucapannya berapi-api padahal hajatan politik sudah selesai, kami tidak tahu apa yang menjadi dasar," tulis De Gadjah dalam unggahannya, Jumat (6/6/2025).

Dalam pernyataannya, Perbekel Suryana juga mengingatkan masyarakat soal bansos yang selama ini dibawa ke desa berasal dari PDI Perjuangan lewat Adi. Ia menyindir pendukung paket Semeton Mulyadi Tabanan (Semut) yang diusung Gerindra di Pilkada Tabanan.

Politisasi bansos dan sikap kepala desa seperti ini mendapat sorotan dari pengamat politik asal Bali, I Gusti Putu Artha. Dalam unggahannya di media sosial, ia menegaskan bahwa sikap Perbekel tersebut melanggar ketentuan Pasal 29 UU No. 3 Tahun 2024 tentang Desa dan bisa diberhentikan.

"Elite salah, pemimpin salah, rakyat juga salah. Ketika hibah/bansos dijadikan alat politik, ketika pemimpin desa tak bijak dan tak bisa mengayomi dan ketika rakyat mau disogok tanpa nalar dengan hibah/bansos yang adalah uang rakyat. Bukan uang politisi," ujarnya.

"Pasal 29 melarang seorang kepala desa bertindak menguntungkan golongan/kelompok tertentu, bertindak diskriminatif dan meresahkan. Atas pelanggaran ini dapat dikenai sanksi administrasi hingga berujung berpotensi pemberhentian permanen sebagaimana diatur Pasal 30," sebut Putu Artha yang juga politisi NasDem.

Atas situasi ini, Perbekel Baturiti I Made Suryana akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada pimpinan Partai Gerindra, baik di tingkat DPD maupun pusat. Namun, permintaan maaf itu tidak ditujukan kepada sosok I Made Miantara alias Koyo yang disebut sebagai sumber kekecewaan di tingkat desa.

Perbekel Suryana mengaku emosinya dipicu oleh berbagai dinamika di desa, termasuk inkonsistensi sikap Miantara dan dugaan pemanfaatan bansos untuk kepentingan politik.

"Terhadap pimpinan partai saya minta maaf tetapi tetap tidak akan meredakan konstelasi saya di bawah, tidak akan pernah, tetapi karena menyinggung Gerindra selaku perbekel dalam situasi emosi, saya minta maaf kepada pimpinan partai tetapi di bawah No Way bagi saya," tegasnya seperti dikutip dari Bali Post.

Ia juga menegaskan bahwa penolakannya bukan karena kebencian politik, melainkan bentuk idealisme dan etika berpolitik.

"Ibaratnya berjuang di gerindra saat ambil ukupan di PDIP etis tidak, sebagai kader mari belajar etika berpolitik," ujarnya.

Sebagai kepala desa tiga periode, Made Suryana mengklaim tetap menjunjung etika dan tata krama dalam pengambilan keputusan di desa, namun soal urusan dengan Miantara, sikapnya tidak akan berubah.

Editor: Redaksi

Reporter: Gerindra Bali



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami