search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Larangan Air Kemasan di Bali Picu Protes Warga soal Upacara Adat
Jumat, 23 Mei 2025, 08:44 WITA Follow
image

beritabali/ist/Larangan Air Kemasan di Bali Picu Protes Warga soal Upacara Adat.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kebijakan Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang penggunaan air minum kemasan di bawah satu liter menuai sorotan dari masyarakat Bali. Larangan ini dinilai menjadi dilema, khususnya saat pelaksanaan upacara adat seperti pernikahan, potong gigi, maupun Ngaben.

“Kalau itu dilarang dilema buat kita pada saat nanti ada upacara Ngaben, potong gigi, atau nikahan. Itu kan melibatkan banyak orang. Masak orang-orang yang membantu dan para tamu tidak disuguhi minuman bersama dengan makanannya,” ujar Gede Suanda, warga Bali yang tinggal di Denpasar.

Menurut Suanda, penggunaan gelas kaca atau air kemasan satu liter akan sangat membebani masyarakat kurang mampu. Biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan minuman bagi ratusan orang tentu tidak kecil.

“Jika ada ratusan orang yang datang ke upacara tersebut, jika menggunakan gelas kaca bisa dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan tuan rumah. Iya kalau misalkan orangnya mampu, kalau tidak bagaimana? Kasihan jadinya tuan rumahnya,” katanya.

Senada dengan itu, Ketut Ariano, salah seorang anggota banjar di Denpasar juga menyayangkan aturan tersebut.

“Itu kan nambah-nambahi biaya saja. Air minum kemasan yang satu liter itu kan harganya lebih mahal. Selain itu, nggak cocok jika dihidangkan kepada para tamu yang datang. Ukurannya terlalu besar dan mubazir jika digunakan untuk upacara-upacara adat,” ucapnya.

Ariano menambahkan, tamu yang datang ke upacara adat di Bali jumlahnya bisa mencapai ratusan, sementara acara bisa berlangsung lebih dari sehari. “Iya kalau tuan rumahnya orang mampu, kalau tidak bagaimana untuk menanggung biayanya,” tandasnya.

Keluhan juga datang dari I Dewa Nyoman, seorang driver transportasi online di Denpasar. Ia menyebut kebijakan Gubernur Koster kerap kali tidak sesuai dengan kebutuhan warga.

“Ini ada aturan lagi soal pelarangan penggunaan air minum kemasan di bawah satu liter. Itu kan jelas nyusahi masyarakat. Kenapa Gubernur tidak mengatur parkir-parkir liar yang banyak terlihat di hampir semua jalanan di Bali. Kemudian kabel-kabel listrik yang sangat semraut yang sering dikeluhkan para turis. Yang dilarang kok justru yang sangat dibutuhkan masyarakat,” tandasnya.

Nyoman menilai air kemasan kecil lebih praktis dan ekonomis.

“Harusnya, kalaupun mau melarang, ya sekalian saja melarang penggunaan semua jenis plastik, jangan pilih-pilih,” ucapnya.

Hal serupa diungkapkan Putu Budi, warga Legian, yang mengaku sudah apatis terhadap imbauan Gubernur.

“Selama ini imbauan-imbauannya selalu tidak sesuai dengan kemauan masyarakat. Contoh, ajakan minum arak setiap pagi dan malam yang banyak ditentang masyarakat Bali. Masyarakat lebih baik main FB Pro yang mendatangkan uang ketimbang mendengarkan himbauan Koster,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali I Gede Harja Astawa menegaskan penolakannya terhadap kebijakan tersebut. Ia menyebut aturan ini berpotensi memberatkan masyarakat adat saat menggelar upacara.

"Karena, semua upacara adat di Bali membutuhkan air kemasan plastik terutama yang gelas dalam jumlah besar. Keberadaan air kemasan itu membuat banyak orang menjadi sangat simpel saat menjalankan kegiatan adat tersebut. Nah, jika itu dilarang, solusinya apa,” tandasnya.

Menurutnya, tanpa air kemasan ukuran kecil, masyarakat akan terbebani membeli gelas kaca yang mahal dan sulit penanganannya.

"Jadi, yang gawe juga akan sangat repot kalau harus menyiapkan gelas yang sangat banyak untuk pelaksanaan upacara adat dan tentu sama sekali tidak efisien juga kemasannya,” katanya.

Harja Astawa menilai solusi persoalan sampah plastik bisa ditempuh dengan tanggung jawab bersama dan sanksi tegas tanpa mengorbankan kebudayaan.

"Masakan kita kembali lagi ke masa lalu yang tidak ada plastik? Apakah kita mau kembali ke zaman primitif. Kita tidak boleh anti teknologi, tetapi bagaimana setiap orang itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan mereka," ucapnya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami