Mengenal Sulinggih di Bali (4): Usia di Bawah 40 Tahun Bisa Jadi Sulinggih?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Bagaimana jika calon sulinggih memiliki latar belakang huruf seperti pernah melakukan tindak kejahatan?
Ketua PHDI Nyoman Kenak mengatakan, jika ada sebuah usaha untuk berubah menjadi lebih baik tentu hal tersebut akan dipertimbangkan oleh nabe.
Bagaimana dengan calon sulinggih yang tergolong muda atau berusia di bawah 40 tahun? Menurutnya hal ini sangat jarang dilakukan di Kota Denpasar. Pihaknya pernah menunda Diksa seorang calon sulinggih karena terlalu muda.
"Kami tidak memiliki kewenangan untuk melarang seseorang menjadi sulinggih. Namun jika ada beberapa ketentuan yang tidak bisa dipenuhi salah satunya usia yang di bawah 40 tahun, kami sangat berhati-hati," ujarnya.
Lolos pada tahap Siksa, calon sulinggih harus menjalani tahap Pariksa atau pemeriksaan kelengkapan baik secara administratif maupun perlengkapan kesulinggihan.
Dalam proses ini pengujian calon sulinggih cukup ketat. Salah satunya terkait kemampuan Puja dan Arga Patra untuk memimpin sebuah upacara. Selain dilakukan oleh nabe dan keluarga, Pariksa ini melibatkan PHDI.
Keterlibatan PHDI dalam proses periksa itu tidak saja untuk memastikan calon sulinggih telah memenuhi persyaratan minimal. Lebih dari itu, yakni turut memperjuangkan kesejahteraan sulinggih bilamana terdapat penyaluran bantuan maupun dukungan dari pemerintah.
Setelah lolos pada tahap Pariksa, calon sulinggih selanjutnya menjalani prosesi Diksa. Terdapat sejumlah jenis Diksa yang dikenal di Bali, yang disesuaikan oleh masing-masing klan.
Ada calon sulinggih yang menjalani dimaksud dengan sarana daksina. Ada ali-ali atau permata, kaki nabe, ataupun keris. Terkait cara Diksa ini, Kenak mengajak masyarakat untuk tidak mempersoalkannya karena hal tersebut merupakan pilihan sesuai klan.
"Apapun yang dipakai, yang penting tujuannya satu, mediksa," ujarnya.
Setelah menjalani proses Diksa, maka seseorang resmi menjadi Panditan yang berarti utusan Tuhan. Namun prosesnya tidak berhenti sampai di sana. Seorang brahmana harus mendalami kemampuannya.
Karena setiap brahmana harus memiliki sikap tersendiri atau yang disebut Sista yang bermakna ahli di bidangnya. Ada yang ahli Wariga. Ada yang ahli Arga Patra. Ada yang ahli Asta Kosala Kosali dan lainnya.
Sejalan dengan waktu maka seorang sulinggih hanya menunggu menuju kebahagiaan yang kekal abadi yakni Moksa itu sendiri yakni Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma.
Reporter: bbn/dps