Manager DTW Jatiluwih Buka-bukaan: Keuangan Transparan, Keputusan Ada di Badan Pengelola

beritabali/ist/Manager DTW Jatiluwih Buka-bukaan: Keuangan Transparan, Keputusan Ada di Badan Pengelola.
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, TABANAN.
Nama John Ketut Purna, Manager Operasional Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, kerap menjadi sorotan publik dalam pengelolaan destinasi wisata warisan budaya dunia (WBD) UNESCO tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa semua kebijakan inti sejatinya berada di tangan Badan Pengelola (BP) DTW Jatiluwih, bukan pada manajer operasional.
BP DTW Jatiluwih terdiri dari unsur Pemkab Tabanan (Dinas Pariwisata), desa adat, desa dinas, pekaseh, hingga perbekel. Manajer operasional hanya sebagai pelaksana kebijakan Badan Pengelola yang bertugas menarik wisatawan, memastikan pelayanan maksimal, serta mengelola laporan keuangan secara transparan dan akuntabel.
“Yang punya kewenangan penuh itu Badan Pengelola. Contohnya, Kalau ada persoalan di Subak seharusnya Pak Pekaseh (kepala subaklah) yang harus meneyelesaikan masalahnya di subak dan bukan Ranahnya manager lagi karena Pekasehlah perwakilan subak di Badan Pengelola. Saya hanya menjalankan aturan dan setiap bulan wajib lapor keuangan, lalu di akhir tahun ada pertanggungjawaban menyeluruh ke Badan Pengelola dan bukan ke masyarakat," tegasnya saat ditemui di DTW Jatiluwih, Kamis (28/8/2025).
Ia mengakui, tugas sebagai manajer operasional tidaklah mudah. Selain promosi dan marketing, juga harus memikirkan pelestarian kawasan, pengembangan destinasi, sekaligus menjaga transparansi laporan keuangan.
“Sejak 2014 sampai 2023, posisi manajer tidak ada yang mengontrol. Sekarang semua diawasi ketat oleh BP,” ungkapnya.
Terkait pembagian kontribusi ke berbagai pihak, Ketut Purna menjelaskan sudah ada kesepakatan resmi. Pekaseh, desa adat, desa dinas, hingga pihak lain memiliki porsi masing-masing.
“Saya hanya menjalankan kesepakatan yang ditandatangani lima pihak dalam PKS. Jadi kalau ada polemik, itu bukan ranah manajemen,” ujarnya.
Menanggapi isu yang sempat viral terkait “pahpahan” subak yang diangkat Niluh Djelantik, Ketut Purna menegaskan bahwa manajemen hanya mengeksekusi aturan yang sudah diatur sejak lama dengan keterlibatan Pekaseh Subak Jatiluwih dalam penandatanganan kesepakatan tersebut.
Sebagai bentuk perhatian lebih, tahun 2025 manajemen mengalokasikan CSR sebesar Rp597 juta untuk subak. Dana itu digunakan untuk pembelian pupuk Rp300 juta (dua tahap), biaya ngusaba gede Rp30 juta, ngusaba kecil Rp7 juta, serta pembelian bibit Rp130 juta.
“Dana tiket harus bermanfaat khususya untuk seluruh masyarakat Jatiluwih, yang di mana petani atau anggota subak merupakan Bagian dari masyarakat adat dan Dinas Juga. Itu komitmen kami,” pungkasnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga