Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Pemerintah yang (Harus) Berubah

Minggu, 21 Juni 2020, 09:25 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Silang sengkarut penanganan pandemi Covid-19 bagai kotak Pandora yang membuka berbagai macam permasalahan negeri ini. Selain permasalahan, pandemi ini seakan menjadi momentum untuk jeda dan berefleksi tentang banyak hal. 


[pilihan-redaksi]
Dalam konteks Bali, refleksi yang paling penting saya kira adalah yang berhubungan dengan relasi manusia dengan sesamanya dan juga dengan lingkungan. Kita acapkali mengabaikan ini atau bahkan sekadar merenungkannya (menghayatinya) secara lebih mendalam. Ucapan filosofis manis Tri Hita Karana terlalu cepat terucap tanpa pernah kita resapi lebih dalam maknanya. Singkatnya, filosofi tersebut sudah menjadi komoditas paling berharga di Bali. Untuk apa? Tentu, untuk menunjukkan keharmonisan dan berbudayanya masyarakat Bali. 


Pandemi ini juga menguak banyak hal yang berkaitan dengan tatanan kehidupan sosial dan politik di Bali. Beberapa diantaranya adalah tantangan integrasi sosial yang berkaitan dengan stigma kepada PMI (Pekerja Migran Indonesia) dan penolakan masyarakat karena wilayah mereka dijadikan lokasi karantina. Selain itu, hadirnya berbagai kebijakan untuk “mengatur” masyarakat di masa pandemi ini banyak dirasa memberatkan. Saking banyaknya aturan sehingga melupakan nasib rakyat kecil yang harus berjuang untuk hidup di masa pandemi ini. 


Pada sisi yang lain, pemerintah selalu menginginkan masyarakat untuk disiplin dan merubah perilaku. Setiap tingginya angka tranmisi lokal (penularan lokal), pemerintah selalu berargumentasi bahwa rakyat tidak disiplin dan perlu merubah perilaku untuk hidup sehat. 


Keranjingan untuk menuntut masyarakat berubah membuat pemerintah lupa. Dirinya pun seharusnya juga berubah dalam penanganan krisis seperti sekarang. Penanganan yang lambat, birokratis, dan business as usual seperti karakteristik birokrasi konvensional harus segera ditinggalkan. Pemerintah harus membuka diri dan adaptif dengan perubahan yang mau tidak mau, cepat atau lambat, harus mereka lakukan jika ingin mendapatkan kepercayaan publik. 


Kapasitas itulah yang harus dimiliki oleh pemerintah dalam penanganan pandemi ini. Selain memikirkan untuk program jangka pendek dalam menurunkan jumlah kasus, pemerintah seharusnya memiliki program ke depan untuk menyusun program penyembuhan kembali. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Sehabis “hancur-hancuran” dengan kedatangan PMI, muncul kebijakan “aneh” PKM yang melibatkan desa dinas dan desa adat. Justru dengan PKM, transmisi lokal meningkat.

       
Belum selesai peliknya menurunkan kasus, kini pemerintah mulai kembali dengan wacana “asing” new normal (tatanan normal baru). Aktivitas dilonggarkan, beberapa sektor mulai berdenyut lagi. Pada sisi yang lain, transmisi lokal terus merangkak naik. Selalu sehat dan tetap produktif kurang lebih menjadi slogan yang (lagi-lagi) dituntut oleh pemerintah terhadap warganya. Beberapa sektor dipaksakan untuk dibuka agar perekonomian kembali berdenyut. 


Bali tentu saja ketiban program new normal pariwisata. Pemerintah pusat telah memberikan ancang-ancang re-opening (pembukaan kembali) pariwisata Bali dalam tiga tahap yaitu: tahap pertama pada 9 Juli 2020 khusus untuk lokal Bali; tahap kedua pada Agustus 2020 untuk wisatawan domestic; dan tahap ketiga pada September 2020 untuk wisatawan mancanegara. Catatannya adalah apabila tahap pertama kondusif dan berhasil, baru dilanjutkan kepada tahap kedua. Keseluruhan tahapan ini adalah ancang-ancang dan tentu saja bisa berubah bila pandemi Covid-19 belum stabil (Tribun Bali, 18 Juni 2020).        


Tranparansi dan Kontrol


Di tengah kondisi serba ketidakpastian, segala macam kebijakan dipastikan akan berdampak multidimensional. Oleh sebab itulah transparansi (keterbukaan) dan kontrol dari publik menjadi sangat penting. Kebijakan Bali khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19 banyak menuai pro dan kontra. Tidak jarang kritik yang keras dilakukan karena ketidakcakapan negara dalam merumuskan kebijakan untuk memberikan perlindungan terhadap warganya. “Urug himbauan, sing ade ape,” (dibanjiri himbauan, tidak ada apa-apa) keluh seorang pegawai kantor kelurahan di pinggiran Kota Denpasar suatu saat kepada saya lewat pesan singkat. 


Kebijakan dalam penanganan pandemi paling tidak didasarkan pada empat asumsi dasar: pertama, hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang bisa diproduksi massal untuk mencegah penyebaran virus. Berdasarkan asumsi ini, maka pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan non-pharmaceutical intervention. Pencegahan non-medis inilah yang kita kenal dengan pemberlakuan protocol kesehatan social distancing (pembatasan sosial), detect (pendeteksian dengan rapid test dan swab, serta isolasi). Asumsi pertama ini penuh ketidakpastian dan ketergantungan yang besar terhadap ditemukannya vaksin.


Asumsi kedua yang tidak kalah pentingnya adalah dampak dari ketidakpastian tersebut. Hampir seluruh dunia mengalami krisis multidimensional. Krisis tersebut tercipa karena diberlakukannya berbagai kebijakan yang menuntut penanganan terhadap berbagai persoalan dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, bahkan psikologis. Oleh sebab itulah diperlukan kebijakan penanganan pandemi yang komprehensif dengan memperhatikan keselamatan masyarakat luas. Dampak yang multidimensional inilah yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial politik secara luas. 


Penanganan pandemi ini pada akhirnya mempengaruhi keterlibatan bukan hanya negara, tetapi juga masyarakat sipil dan pasar. Negara, masyarakat sipil, dan pasar mengalami dampak yang saling berkaitan pada masa pandemi ini. Oleh sebab itulah penanganan pandemic selalu berkalkulasi terhadap peranan dan dampak yang akan ditimbulkan pada ketiga pilar tata pemerintahan ini. 


Asumsi ketiga adalah yang berkaitan dengan transformasi peran dan pola interaksi negara, masyarakat sipil, dan pasar. Titik picunya adalah bagaimana berubahnya relasi, peran, dan pola bekerja ketiga lembaga tersebut dalam penanganan pandemi. 


Pada asumsi yang keempat adalah bekerjanya penaganan pandemi Covid-19 secara sentralistik di Jakarta. Kepentingan ekonomi politik negara pusat di Jakarta sering mendominasi daerah-daerah. Oleh sebab itulah, sering terjadi kebijakan yang dipaksakan dari pusat kepada daerah. Potensi daerah untuk menangani pandemi secara mandiri belum terlaksana secara maksimal. 


Maka dari itu, kebijakan yang berasal dari daerah menuju kemandirian penanganan pandemi, sesuai dengan karakteristik sosial budaya lokal, harus selalu dikedepankan (pemikiran dosen FISIP Unud, I Ketut Putra Erawan, dalam sebuah komunikasi pribadi). 


Merujuk kepada penanganan pandemi Covid-19 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah dibagi dalam tiga level. Level pertama adalah di tingkat provinsi dengan mengeluarkan kebijakan berupa surat edaran, imbauan dan instruksi mendetailkan arahan dari Presiden. Level kedua pada tingkat kabupaten untuk mengkoordinasi pelaksanaan penanganan operasional Covid-19 di wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. 


Terakhir di level ketiga adalah menerapkan kebijakan di wilayah desa adat dengan membentuk satgas gotong royong yang melibatkan unsur-unsur desa dinas, kelurahan, babinsa, dan babinkamtibmas serta berbagai elemen yang ada di masyarakat. 


Ketiga level penanganan pandemi yang dilakukan oleh Pemprov Bali tersebut harus dibarengi dengan partisipasi publik di dalamnya. Kita sering melupakan bahwa pertanggungjawaban publik terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut sangatlah penting. Keterbukaan, lebih tepatnya kejujuran pemerintah dalam usahanya menangani wabah ini sangatlah penting. Akuntabilitas menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Hanya dengan cara itulah pemerintah bisa meraih kepercayaan publik dan menganggapnya memiliki kompetensi untuk menanggulangi pendemi ini.   

Penulis

I Ngurah Suryawan
Antropolog dan Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Warmadewa 

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami