search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kaja Kangin Sebagai Konsep Hulu Masyarakat Bali
Minggu, 29 Juli 2018, 13:45 WITA Follow
image

Muliarta

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Istilah Kaja-Kangin bagi masyarakat Bali tidak sebatas memiliki pengertian penunjuk arah mata angin, tetapi lebih pada konsep hulu. Dimana dalam tata ruang Bali, istilah Kaja berarti atau simbul gunung dan kata Kangin berarti mewakili simbul matahari.

“Tetapi dalam tatanan budaya Bali  terkait folosofi Luanan dan Tebenen (hulu-teben), Kaja tidak selalu identik atau berarti Utara. Demikian juga Kangin tidak selalu indentik atau berarti Timur.  

Demikian juga Kaja-Kangin  bukan selalu berarti Timur-Laut” jelas pemerhati budaya Bali Made Nurbawa saat dikonfirmasi di Tabanan pada Minggu (29/7).

Menurut Nurbawa, berdasarkan keyakinan masyarakat Bali bahwa gunung dan matahari sebagai hulu. Gunung sebagai simbul dari hulu air dan matahari adalah hulu energi  yang merupakan sumber hidup/kehidupan.

Atas dasar keyakinan tersebut maka orang Bali (Hindu) dalam membuat tempat suci (sanggah) di pekarangan rumah, letak atau lokasinya pasti berkiblat pada hulu yaitu Kaja-Kangin.

Nurbawa menegaskan penghormatan terhadap posisi Hulu adalah sebuah keyakinan dan sudah membudaya secara turun temurun. Hal itu nampak jelas jika melihat tata letak pekarangan atau rumah orang Bali.

Jadi hulu pekarangan rumah orang Hindu di Bali adalah Sanggah, dan Hulu Sanggah adalah Kaja-Kangin” kata pria satu putri tersebut.

Nurbawa yang merupakan mantan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali mengungkapkan sebutan Kaja-Kangin  mungkin tidak terlalu membingungkan bagi masyarakat Bali Selatan, karena arah Kaja-Kangin kebetulan sama dengan arah Timur Laut dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya di Bali Utara sebutan Kaja-Kangin  bukan berarti Timur Laut.  

Nurbawa menambahkan konsep keyakinan dan penghormatan terhadap posisi hulu juga berlaku dalam berbagai segi kehidupan. Kesadaran, pemahaman dan keyakinan terhadap filosofi Hulu-Teben akhirnya berpengaruh luas terhadap berbagai konsep/sisi kehidupan sekala-niskala baik dalam hal tatanan Parahyangan, Palemahan dan Pawongan. Konsep Tri Hita Karana ini diyakini akan menciptakan keteraturan dalam kehidupan orang Bali.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami