Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Pesona SBY di Mata Wanita Indonesia Meredup

jakarta

Senin, 18 November 2013, 08:17 WITA Follow
Beritabali.com

inilah.com/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Beritabali.com, Jakarta. Lazimnya sebuah puisi yang ditulis untuk seorang presiden atau pemimpin, berisikan puja-puji dan kekaguman. Tapi tidak demikian dengan yang dilakukan Linda Djalil, satu dari sedikit wartawati Indonesia yang pernah meliput kegiatan Presiden era Soeharto.

Linda yang memiliki pesona kecantikan di era 1990-an, menulis puisi yang seakan mewakili perasaan wanita-wanita Indonesia yang kecewa terhadap SBY baik sebagai lelaki maupun selaku pemimpin atau presiden. Mereka kecewa antara lain karena yang dipidatokan di TV oleh pemimpin yang mereka idolakan, sudah tak punya magnitude.

Mereka kecewa karena Istana atau Kantor Kepresidenan yang indentik dengan ruang yang disakralkan, oleh SBY sudah dijadikan semacam 'rumah pribadi' dimana di sana ia dan keluarganya boleh berbuat apa adanya. Dalam pengertian sarkartis, kalau Istana Merdeka sudah dijadikan 'rumah pribadi', kediaman pribadi di Cikeas, justru seperti sudah disakralkan sebagai sebuah Istana.

Linda secara eksplisit melampiaskan kumpulan kekecewaannya. Kemudian menegaskan, ia sudah tidak sabar menunggu selesainya masa jabatan kepresidenan SBY. Sesuai konstitusi, masa jabatan SBY (dan Boediono) berakhir pada 20 Oktober 2014. Bukan hanya itu, menurut Linda, iapun kehilangan selera menonton TV apabila di layar kaca itu ia temukan SBY sedang berpidato.

Bahkan terhadap isteri SBY, Ani Yudhoyono yang bergelar Ibu Negara tak luput dari sasaran kritik yang sesungguhnya lebih pantas disebut kemarahannya. Intinya, Linda Djalil tidak suka dengan kegiatan Ibu Negara Indonesia. Khususnya manakala sedang mengikuti upacara peringatan Proklamasi RI di Istana Merdeka.

Linda menilai sikap Ibu Negara yang membawa kamera kemudian memotret kesana kemari bagaikan seorang fotografer profesional, cukup menganggu aturan protokoler. Perlakuan istimewa yang diberikan protokoler Istana terhadap isteri Presiden, bagi Linda cukup mengganggu pemandangan termasuk kehikmatan acara yang digelar setahun sekali itu.

Masih soal upacara peringatan hari kemerdekaan, Linda merindukan diputarnya kembali lagu-lagu perjuangan karya Ismail Marzuki. Linda seperti merasakan sebuah suasana yang kontras, tidak bermakna, ketika lagu-lagu perjuangan itu digantikan dengan lagu baru pop perjuangan yang semuanya ciptaan Presiden SBY.

Puisi Linda yang disebar atau tersebar melalui media sosial ini relatif cukup menarik. Terbukti dari respon pembaca yang menemukannya di laman Facebook. Respon tidak hanya datang dari kalangan wanita, tapi juga gender pria.

Selain dikomentari oleh lebih dari seratus orang, sebuah jumlah yang sudah cukup signifikan untuk ukuran komentar pada satu posting, jumlah yang memberikan acungan jempol sebagai tanda memuji, juga hampir sama banyaknya.

Selain itu sekalipun Linda Djalil tidak menulis nama SBY, cukup dengan menyebut presiden, tetapi semua pembaca seperti meyakini, puisi itu ditujukan kepada SBY yang tercatat sebagai Presiden ke-6 Republik Indonesia.

Puisi itu merupakan kritik terbuka dari rakyat biasa kepada pemimpin tertinggi. Hal ini tercermin dari berbagai komentar yang ikut numpang dan sekaligus 'menguliti' tingkah laku yang tidak patut yang dilakukan oleh seorang Kepala Negara. Yang juga cukup menarik indentitas para pemberi pujian dan komentar. Praktis, mereka berasal dari berbagai profesi dan strata yang ada di masyarakat.

Ada yang sangat terkenal, cukup terkenal tapi ada yang tidak dikenal karena menggunakan nama samaran. Ada politikus Golkar seperti Bambang Soesatyo dan yang pasti tak ada yang berasal dari Partai Demokrat, partainya Pak Beye. Ada pula pengamat (Mochtar Pabotinggi), seniman, wartawan sampai dengan bekas pejabat negara seperti Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur BI di era Presiden Gus Dur.

Memang masih ada pengomentar yang berusaha memuji atau membela SBY. Namun nadanya terkesan si pembela SBY tidak ingin debat tentang kepemimpinan SBY, berkepanjangan.

Kegalauan atau kemarahan seorang Linda Djalil terhadap SBY menarik untuk dicermati. Sebab Linda tidak hanya mewakili komunitas wartawan yang kritis. Melainkan komunitas wanita yang punya kepedulian terhadap masa depan bangsa. Jika dilakukan perenungan atas situasi di 2004, keadaan di 2013 ini, bagaimana masyarakat merespon SBY, sangat bertolak belakang.

Hampir sepuluh tahun lalu, justru kaum wanita terutama ibu-ibu sepantaran Linda Djalil yang paling mengagumi sosok SBY. Bahkan Linda Djalil, konon termasuk wanita yang juga mengidolakan pemimpin seperti Pak Beye (SBY). Linda mewakili wanita yang rindu tetapi benci kepada sosok seperti SBY.

Sebagai catatan pengingat masa lalu, saat SBY belum menjadi presiden, masih sedang berkampanye, bersaing dengan Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri, ibu-ibu atau kaum hawa yang melihatnya di layar televisi, begitu antusias bahkan ada yang konon tergila-gila. Yang unik adalah mereka tidak kenal secara pribadi siapa sebenarnya SBY. Bahkan banyak di antara para pengidola itu belum pernah bertemu dengan SBY. Namun dari cara mereka berekspresi, memuja dan memuji SBY seakan mereka bertetangga dengan jenderal lulusan Akabri tersebut.

Kegantengan SBY seakan sebuah paradoks dengan sosok kewanitaan dan keibuan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun Pemilu Presiden, 2004. Mereka ingin segera melihat suksesi nasional dari Ibu Megawati kepada Mas SBY.

Di komunitas tertentu, SBY mendapat predikat sebagai sosok pria idaman oleh semua wanita - tanpa kecuali mereka yang sudah bersuami, telah menjanda atau belum pernah menikah sama sekali.

Pertanyaannya, relevankah puisi sang wartawati itu? Bukankah puisi itu bisa menjadi sebuah kampanye negatif bagi SBY yang kurang dari setahun lagi akan kembali menjadi rakyat biasa? Jawabannya relatif, tergantung dari sisi mana melihat dan mengkritisinya.

Satu hal yang pasti, fenomena yang ditampilkan Linda Djalil menunjukkan antara SBY dengan konstituennya, telah terjadi sebuah korsleting dan kesalahpahaman. Dua-duanya salah membaca keinginan masing-masing.

Perjalanan waktu selama hampir 10 tahun, juga bisa mengubah segalanya. Waktu akhirnya berbicara. "Time is telling" dan bukan lagi "time will tell". SBY menganggap semakin sering ia tampil di TV, semakin banyak pemirsa yang mengerti dan bersetuju dengannya.

Semakin sering ia membela diri atau semakin kuat upayanya menunjukkan keberhasilan dan pencapaian, semakin banyak rakyat paham atas prestasi dan reputasinya. Padahal tidak semua anggapan dan persepsi SBY itu menjadi sebuah kenyataan di masyarakat. Di masyarakat SBY justru dinilai pemimpin yang terlalu sering ber-curhat.

Presiden SBY termasuk Ibu Negara mungkin tidak menyadari di era keterbukaan seperti saat ini, ruang privasi bagi seorang Presiden/Kepala Negara, sesungguhnya sudah tidak eksis lagi.

Hadirnya internet kemudian jejaring sosial, media-media instant seperti Facebook, Twitter dan BlackBerry Messenger, telah mengubah cara pandang, cara berpikir dan cara bekerja kelompok tertentu di dalam masyarakat. Hadirnya media-media sosial itu, membuka kesempatan, semua orang bisa menulis sesuai keinginannya atau siapa saja bisa menjadi "wartawan facebook". Sekian banyak orang dari 82 juta pengguna internet di Indonesia dalam waktu singkat bisa menyebarkan tulisan yang menyudutkan SBY.

Ditambah dengan era kebebasan pers yang sudah melampaui batas, tidak lagi memperhitungkan risiko dan dampak negatif dari sebuah kebebasan berkelebihan. Siapa pun sudah bisa menjadi wartawan. Maksudnya wartawan instan !

Sehingga hadirnya puisi Linda Djalil yang secara transparan 'menguliti' Presiden SBY, sesungguhnya terjadi karena sentilan, kritikan wartawan yang normatif, tidak lagi mempan. SBY merasa sudah benar dan masih tetap diidolakan oleh wanita-wanita Indonesia. Padahal? [bbn/inilah.com]

 

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami