search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Perjalanan Sejarah PDI hingga PDIP (Bagian 1-2): 5 Parpol Melebur Menjadi PDI
Rabu, 7 Agustus 2019, 09:12 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/liputan6.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Meski setuju untuk bergabung dalam satu partai, perjalanan untuk mewujudkan itu ternyata tak mudah. Sejumlah pertemuan yang dilakukan untuk membahas nama, sifat, pengorganisasian dan program berlangsung alot. Untuk nama, muncul tiga usulan, yaitu Partai Demokrasi Pancasila, Partai Demokrasi Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia.
 
[pilihan-redaksi]
Setelah melalui proses yang panjang, pada 10 Januari 1973 tepat pukul 24.00 WIB, dalam pertemuan di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta, lima parpol sepakat melebur menjadi satu wadah parpol bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
 
Deklarasi pendirian PDI ditandatangani wakil kelima partai, yaitu MH Isnaeni dan Abdul Madjid (PNI), A Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo), Beng Mang Rey Say dan FX Wignyosumarsono (Partai Katolik), S. Murbantoko R.J. Pakan (Partai Murba) dan Achmad Sukarmadidjaja, dan Drs M. Sadri (IPKI).
 
Pertemuan pertama PDI usai fusi adalah musyawarah nasional yang digelar pada 20-24 September 1973 di Jakarta. Namun, tak ada hasil signifikan yang dicapai pada Munas ini. Bahkan, keinginan untuk menggelar Kongres PDI yang pertama tak kunjung terlaksana dan terus tertunda akibat konflik internal.
 
 
[pilihan-redaksi2]
Akhirnya, Kongres PDI bisa digelar pada 12-13 April 1976. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat. Pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata yang kemudian dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I pun disempurnakan atas kesepakatan antara MH Isnaeni dan Sunawar.
 
Kongres II PDIP dilaksanakan pada 13-17 Januari 1981 di Jakarta, di tengah penolakan dari Kelompok Empat (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Raib). Campur tangan pemerintah juga semakin kuat pada Kongres II yang dibuka Presiden Soeharto ini. (sumber:Liputan6.com)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami