Memupuk Budaya Antikorupsi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia pada tahun 2022 sebesar 3,93.
Angka ini meningkat 0,05 poin dari capaian tahun 2021 sebesar 3,88. Selama kurun waktu 2020-2022 capaian IPAK Indonesia terus meningkat. Apa kemudian makna yang terkandung di dalamnya?
IPAK dihasilkan dari Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK). Indeks ini digunakan sebagai alat ukur sejauh mana masyarakat memahami dan mengalami perilaku antikorupsi. Selain itu, survey ini juga mengidentifikasi sejauh mana zero tolerance masyakarat Indonesia terhadap korupsi skala kecil (petty corruption).
Menurut konsep dan defnisi yang digunakan oleh BPS, perilaku antikorupsi didefinisikan sebagai “tindakan menolak atau tidak permisif terhadap segala perilaku, baik yang secara langsung merupakan korupsi, maupun perilaku yang menjadi akar atau kebiasaan pelanggengan perilaku korupsi di masyarakat yang terjadi di keluarga, komunitas, maupun publik”.
Skala pengukuran yang digunakan adalah interval 0-5. Apabila nilai IPAK semakin mendekati 5 maka artinya, masyarakat makin menunjukkan perilaku antikorupsi atau dengan kata lain semakin membaiknya budaya antikorupsi. Sebaliknya, jika nilai IPAK semakin mendekati 0 maka mengindikasikan bahwa masyarakat kian permisif akan tindakan antikorupsi.
Ditinjau dari lokasi tempat tinggal, masyarakat di daerah perkotaan ternyata memiliki nilai IPAK lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan. Pada tahun 2022, IPAK masyarakat perkotaan tercatat sebesar 3,96 sedangkan pada masyarakat perdesaan sedikit lebih rendah, yakni sebesar 3,90.
Kesadaran masyarakat akan sikap antikorupsi sedikit banyaknya dapat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat mengenai tindakan-tindakan yang mencerminkan perilaku korupsi. Sumber pengetahuan terbesar masyarakat mengenai perilaku korupsi berasal dari televisi kemudian media sosial, disusul oleh internet, aplikasi web,dan terakhir dari baliho, spanduk, poster, banner atau selebaran.
Terbatasnya akses pada media-media tersebut dapat menjadi salah satu penghambat bagi masyarakat untuk memahami dan mencegah terjadinya perilaku korupsi. Masyarakat perkotaan cenderung memiliki akses yang lebih baik dan frekuensi yang lebih intens pada diseminasi perilaku antikorupsi sehingga diduga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada tingginya perilaku antikorupsi.
Selanjutnya, bagaimanakah pola perilaku tindakan antikorupsi ketika dihubungkan dengan jenjang pendidikan? Apakah semakin tingginya tingkat pendidikan, masyarakat menjadi semakin antikorupsi ataukah justru sebaliknya. IPAK tertinggi pada tahun 2022 tercatat pada kelompok masyarakat dengan pendidikan tertinggi yaitu diatas SMA sebesar 4,04.
Sementara itu, IPAK terendah dimiliki oleh kelompok masyarakat dengan pendidikan tertinggi SD ke bawah, yakni sebesar 3,87. Semakin tinggi jenjang pendidikan diperkirakan kesempatan untuk internalisasi nilai-nilai antikorupsi dapat diberikan secara terstruktur dalam jangka waktu yang relatif panjang. Dengan demikian fenomena ini juga pertanda literasi perilaku antikorupsi dengan pondasi edukasi formal di Indonesia cukup signifikan.
Baca juga:
Menyambut Hari Antikorupsi di Bali Diisi Rangkaian Seminar, Panggung Hiburan dan Doorprize
Memupuk budaya antikorupsi seyogyanya dilakukan sejak dini mulai dari satuan kelembagaan terkecil seperti keluarga dengan melakukan pembiasaan dari hal-hal kecil. Keluarga memainkan peran vital untuk mendekatkan dan membiasakan anak-anak dengan sembilan nilai anti korupsi, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, adil, berani, peduli, kerja keras, mandiri, dan sederhana.
Pada tahun 2022, separuh lebih dari masyarakat yang terpilih sebagai sampel menilai bahwa perilaku anak-anak usia sekolah di lingkungannya sudah mencerminkan nilai antikorupsi (seperti jujur, tanggung jawab, disiplin). Kondisi ini tentu saja tidak lepas dari peran keluarga dalam membentuk karakter anak.
SPAK 2022 juga mengungkap bahwa sumber pengajaran nilai antikorupsi yang paling dominan untuk membentuk perilaku anak-anak usia sekolah di lingkungannya berasal dari rumah,. Hasil ini semakin meneguhkan paradigma bahwa keluarga sebagai lembaga pertama dan utama dalam mencetak generasi penerus antikorupsi di Indonesia. Mari kita mulai sejak dini dari hal-hal kecil pada kelompok terdekat untuk Indonesia Maju.
Selamat Hari Antikorupsi Sedunia.
Penulis
Ni Gusti Putu Ayu Sri Lestari
Pengamat Kebijakan Sosial & Ekonomi
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/opn