Jenuh Rayuan Pria, Malah Lebih Menyukai Teman Gay
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Dok, sudah 1 tahun ini aku dekat dengan komunitas gay. Awalnya kenal dengan seorang gay secara kebetulan karena pekerjaan, tapi terus berlanjut sampai kenal dengan teman-temannya. Aku suka banget jalan bareng atau nongkrong sama mereka.
[pilihan-redaksi]
Enak dilihat, perlente, open minded dan selalu bisa bikin aku tertawa. Seru habis dan aku menemukan dunia baru yang lebih menarik. Aku merasa nyaman banget ada di dekat mereka. Sampai akhirnya aku merasa tidak nyaman berdekatan dengan teman-teman pria 'normal', bahkan aku lebih memilih teman gay dan memutuskan pacarku karena aku merasa tidak nyaman berdekatan dengan pria.
Sekarang setiap bersentuhan dengan pria, aku cenderung defends. So, apa ini karena masa laluku yang sering ganti-ganti pacar sampai aku merasa benar-benar sudah jenuh dengan rayuan pria dan macam-macam gaya penghianatan mereka? Aku malah berpikir mau menikah dengan salah satu teman dekatku saat ini yang gay. Dia bisa berubah ya syukur, kalo tidak juga tidak apa-apa karena aku merasa nyaman dengan apa adanya dia saat ini. Smart n fun Gimana dong dok ?” (Vera, Bekasi, 25)
Jawaban: Di jaman yang semakin mengedepankan keterbukaan, kesetaraan dan hak asasi manusia, pilihan orang akan orientasi seksualnya juga semakin terbuka dan ekspresif. Mereka yang dua dekade lalu menutupi dan takut menunjukkan orientasi seksual yang berbeda dengan orang banyak, saat ini bisa lebih leluasa menunjukkannya di pergaulan sosial tanpa takut stigma berlebihan karena masyarakat saat ini semakin terbuka dan mau menerima.
Masyarakat umum memang masih memiliki pemahaman bahwa orientasi seksual yang normal adalah heteroseksual, dimana laki-laki tertarik secara seksual dengan perempuan atau sebaliknya. Sedangkan di luar itu, yang tertarik dengan sesama jenis, dianggap bukan hal yang wajar, itu mainstreamnya. Tetapi fakta medis dan psikososial berbicara bahwa orientasi seksual adalah pilihan yang bisa berkaitan dengan genetika maupun pilihan psikologis, yang artinya bisa jadi bukanlah sebuah kelainan.
Dalam “Kinsey Scale” jelas disebutkan bahwa sesungguhnya manusia terbagi dalam enam skala gradasi orientasi seksual, jadi tidaklah selalu dua kutub normal dan tidak normal. Karenanya orientasi seksual saat ini adalah merupakan sebuah pilihan saja.
Dan tentu saja kemudian, tidaklah adil jika kita membedakan orang atas orientasi seksualnya. Jadi silakan saja bergaul dengan siapa saja, tanpa perlu melihat latar belakang orientasi seksualnya, karena dengan bergaul dengan mereka yang orientasi seksualnya homoseksualpun akan tetap bisa produktif.
Misalnya dengan bergaul dengan laki-laki yang gay, tetap bisa membuat rasa nyaman dan menjadi produktif menjalankan hidup dan pekerjaan. Harusnya memang bukan sebuah masalah lagi.
Yang menarik adalah, saat seseorang merasa bahwa laki-laki biasa secara keseluruhan adalah sama. Seperti yang disebutkan sebagai perayu dan suka berkhianat. Jadi sepertinya semua seperti itu, yang akhirnya berujung kepada kekecewaan dalam berhubungan dengan laki-laki biasa.
Tidak hanya kekecewaan, tetapi bisa jadi juga ketakutan dan ketidaknyamanan lagi. Ini adalah triggernya. Terlebih memang karakter manusia adalah suka membandingkan dan memilih. Sehingga saat bertemu dengan hal baru yang membuat rasa nyaman dan lebih baik untuk dijalankan buat saat ini dan masa depan, itu menjadi sebuah pilihan paling baik buat dijalankan. Ini yang paling mungkin terjadi, belum lagi kalangan gay yang dijadikan teman bersahabat dekat saat ini benar-benar bisa memberikan rasa nyaman tanpa harus mengalami hal yang sama dengan kejadian buruk masa lalu serta jiwa bebas dan pikiran terbuka yang dibawanya.
Satu lagi, sering kali yang menjadi kelebihan kalangan atau komunitas gay adalah mereka bisa lebih memahami dan pengertian kepada perempuan, karena sering kali ada sisi feminin yang lebih luas juga pada diri mereka. Mereka sering menyentuh hati perempuan dengan pemahamannya tentang perilaku harian perempuan, bisa itu tentang pakaian, makanan, hingga manner. Ini yang disukai perempuan. Karena lebih banyak perempuan sangat senang diperhatikan dan bergaul dengan yang memahami diri mereka hingga ke hal yang detail, dan bukan sekedar obyek atau partner seksual semata.
Sering kali memang ada latar belakang masa lalu yang tidak nyaman atau beberapa pengalaman buruk yang berulang yang menjadi alasan kenapa lalu perempuan menyukai pergaulan yang lebih intim dengan komunitas atau sahabat yang gay. Alasan ini akan menjadi sebuah alasan yang sangat emosional. Terlebih jika permasalahan seks dan pengkhianatan di masa lalu juga yang menjadi alasan. Semua berujung kepada ketidak percayaan. Padahal sesungguhnya tidak ada bedanya antara laki-laki biasa maupun yang gay.
[pilihan-redaksi2]
Dimana-mana ada yang bisa membuat rasa nyaman, dan bisa juga ada yang mengecewakan. Pengalaman yang akhirnya membuktikan. Apakah memang ada yang harus berubah atau diubah? Sebenarnya justru yang harus dilakukan adalah move on dulu dari pemahaman yang buruk tentang laki-laki biasa yang disebut perayu dan suka mempermainkan perempuan, karena faktanya tidak semua seperti itu. Akan lebih indah rasanya jika kita bisa bergaul dengan siapa saja tanpa perlu melihat orientasi seksualnya. Tetapi bila tetap juga ingin begitu, tidak bisa merubah Anda, silakan dinikmati saja.
Karena hanya diri kita yang berhak untuk merasakan nyaman untuk bergaul dan bersama siapa, termasuk untuk komitmen jangka panjang yang lebih serius.
Tetapi secara keseluruhan intinya sama saja, jalanilah sebuah hubungan itu dengan rasa nyaman dan saling percaya. Tentu saja dengan menghilangkan dulu serta melepaskan bayangan buruk di masa lalu. Sehingga Anda tidak lagi menutup diri dan berpersepsi buruk lagi tentang laki-laki biasa. Bukannya lebih enak memiliki banyak sahabat dari berbagai kalangan tanpa melihat orientasi seksualnya?
Reporter: bbn/oka