search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Jaksa Beberkan Kronologi Kasus Kematian Bayi di TPA
Senin, 29 Juli 2019, 20:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Kasus kematian bayi berusia tiga bulan yang dititipkan oleh orang tuanya di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare, Denpasar, baru menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (27/7).
 
[pilihan-redaksi]
Terkait kasus ini, dua terdakwa wanita yang merupakan karyawan dan pemilik usaha ini didudukkan bersamaan di persidangan ruang Kartika dengan ketua majelis Hakim, Heriyanti SH.MH.
 
Para terdakwa yakni, Listiani alias Tina (39) yang merupakan karyawan dan Ni Made Sudiana Putri (39) alias Bu Made sebagai pemilik TPA yang beralamat di Jalan Badaksari, Denpasar Timur.
 
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heppy Maulia Ardani,SH yang mewakili JPU Gusti Ayu Yunita,SH membacakan dakwaan keduanya yang berkas dakwaanya terpisah.
 
Dalam dakwaan untuk Sudiana, JPU mendakwa perempuan asal Banjar Pengiasan, Kelurahan Dauh Puri Kauh, Denpasar Barat ini dengan dua Pasal. Dakwaan ke-Satu, ialah Pasal 76D Jo Pasal 77B UU RI No.23/2002 tentang perlindugan anak. 
 
"Terdakwa menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan yang salah dan pelantaran," kata JPU.
 
Diuraikan JPU, sebagai pengelola TPA Princess House Childcare yang telah beroperasi sejak tahun 2011 mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap karyawan. Dimana, TPA ini memiliki 10 karyawan yang terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki dibagian keuangan.
 
Selain itu, anak yang bisa dititipkan yakni 0 bulan sampai 7 tahun, jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Setiap harinya, anak-anak yang dititipkan di tempat tersebut kurang lebih 50 puluh anak yang terdiri dari 0 bulan sampai 2 tahun sebanyak 20 anak, 2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 10 anak, dan 3 tahun sampai 7 tahun sebanyak 20 anak. 
 
Sementara rasio pengasuh yakni 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh. Untuk biayanya, Rp100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp900 ribu per bulan untuk 1 anak.
 
Terdakwa dalam mencari karyawan dengan cara mengiklankan melalui aplikasi OXL, tanpa adanya persyaratan mengenai pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia. 
 
Jika ada yang diterima dilakukan pelatihan oleh karyawan senior tanpa dilakukan pelatihan oleh pihak yang ahli atau kompoten dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak.
 
Masih dalam dakwaan JPU, pada Kamis (9/5) sekitar pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut untuk menitipkan kedua anaknya berinisial K dan ENA (korban) yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar. Untuk korban ENA yang berusia 3 bulan diserahkan ke Listiani.
 
Lalu pada pukul 13.00 Wita, terdakwa mendatangi tempat tersebut, namun hanya mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaanya saja tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan. 
 
"Karena menganggap tidak ada masalah, pada pukul 16.00 Wita terdakwa meninggalkan tempat tersebut," sebut Jaksa dari Kejari Denpasar itu.
 
Berselang beberapa jam kemudian, pada pukul 15.00 Wita, Listiana berusaha menenangkan korban ENA yang menangis dengan melilit badannya dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.
 
"Bahwa kemudian Listiana menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa, lalu pada pukul 16.17 Wita, Listiana menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiana kemudian meninggalkan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," beber JPU.
 
Singkat cerita, pada pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban Ena itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya saksi Wayan Sumiati. Namun pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban Ena sudah dalam keadaan lemas. 
 
Dalam keadaan panik, Liastiani saat itu mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun. Kemudian atas perintah terdakwa Bu Made , korban ENA kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban ENA pun tak bisa tertolong.
 
Dari hasil visum et repertum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru. Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.
 
[pilihan-redaksi2]
Lebih lanjut, masih dalam dakwaan untuk terdakwa Sudiana, bahwa TPA yang dikelola oleh terdakwa melanggar berbagai ketentuan mulai dari diisi oleh karyawan tidak profesional sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang standar Nasional pendidikan anak usia dini, hingga belum mendapat ijin dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Kota Denpasar.
 
Sementara dalam dakwaan kedua, JPU mendakwa Sudiana karena kesalahan (kealpaanya) menyebabkan orang lain mati sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 359 KUHP.  Sedangkan untuk terdakwa Listiani, JPU juga mendakwanya dengan dua Pasal yakni Pasal 76B jo Pasal 77 B UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No.23/2002 tentang perlindungan anak, dan Pasal 359 KUHP. (bbn/Maw/rob)

Reporter: bbn/maw



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami