search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
DPRD Minta SE Larangan Air Kemasan di Bali Tak Tebang Pilih
Rabu, 23 April 2025, 16:27 WITA Follow
image

beritabali/ist/DPRD Minta SE Larangan Air Kemasan di Bali Tak Tebang Pilih.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Gede Harja Astawa meminta Gubernur Wayan Koster mengeluarkan imbauan yang tidak tebang pilih dalam penanganan sampah di Pulau Dewata.

Hal tersebut disampaikan berkenaan dengan keberadaan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih yang melarang produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter.

Gede Harja menilai bahwa penggunaan kemasan plastik tidak hanya dipakai oleh air kemasan saja, tetapi juga dalam banyak produk pangan dan non-pangan lainnya. Artinya, sambung dia, pelarangan harus bersifat holistik dan tidak menyasar pada satu kemasan plastik saja.

"Kemasan itu tidak air saja ya, tadi kita singgung juga masalah es krim, kemudian juga ada produk shampo, ada produk minuman lain, macam-macam. Kebayang nggak kalau itu ketat dilakukan? Kalau tidak ketat berarti kan tebang pilih ini nggak bagus juga," kata Gede Harja Astawa dalam podcast Gema Bali yang tayang perdana di YouTube Rabu (16/4/2025) lalu.

Dia mengatakan, mengatasi sampah di Bali tidak perlu dengan melakukan pelarangan produksi dan distribusi yang justru merugikan perekonomian masyarakat secara langsung. Dia melanjutkan, sampah plastik yang ada di Bali tidak hanya disebabkan oleh tumpukan limbah air kemasan semata.

Gede Harja mengatakan, keberadaan air kemasan di bawah 1 liter sebenarnya memudahkan publik, terlebih saat mengadakan kegiatan adat atau yang melibatkan masyarakat banyak. Dia meneruskan, menghilangkan air kemasan di bawah 1 liter hanya akan menambah beban masyarakat apalagi ketika melaksanakan acara adat.

"Sampah plastik kan tidak semata-mata dari air kemasan, ini bisa memunculkan kecemburuan. Saya tidak ada titipan dari produsen atau pengusaha, saya nggak kenal itu tetapi ini murni," kata Ketua DPD Pemuda Hindu Kabupaten Buleleng ini.

Kendati demikian, Gede Harja menegaskan dukungan terhadap SE tersebut karena memiliki maksud baik dalam mengurangi sampah di Bali, namun tidak terkait pelarangan produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter. Menurutnya, pelarangan tersebut tidak menjadi solusi bahkan justru bisa menjadi bumerang bagi Bali.

Pada kesempatan lain, Gede Harja berpendapat bahwa pengelolaan sampah berbasis daur ulang seharusnya lebih dikedepankan dibanding pelarangan produksi dan distribusi air kemasan. Dia melanjutkan, masyarakat luas juga bisa mendapat keuntungan ganda secara ekonomi dan ekologi.

Dia menjelaskan bahwa penghentian produksi dan distribusi tersebut akan mematikan hajat hidup orang banyak sehingga dapat menimbulkan masalah sosial baru. Dia pun meminta Gubernur Koster untuk mengevaluasi keberadaan SE Nomor 9 Tahun 2025 tersebut.

"Sebaiknya direvisi dan disempurnakan. Klausul pelarangan dan distribusi itu dihapus dan diberikan dengan tambahan solusi-solusi pengelolaan sampah," katanya.

Di sisi lain, Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mempertanyakan SE Nomor 9 Tahun 2025 yang sama sekali tidak melarang produksi dan distribusi kemasan sachet. Mereka mengaku heran pelarangan malah menyasar kemasan air yang sudah jelas memiliki nilai ekonomi dan mudah didaur ulang.

Sementara, Koordinator Program Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban mengatakan barang buangan sachet merupakan kategori limbah beresidu yang sangat sulit didaur ulang. Data brand audit BRUIN pada April 2024 lalu menemukan bahwa sampah dari kemasan sachet di Bali sangat dominan, di samping limbah unbranded seperti kresek dan styrofoam.

"Kalau ngomongin sachet waktu kami melakukan brand audit sampah di Bali itu juga dominan. Sampah-sampah ini nggak bisa didaur ulang juga. Mereka ini sampah-sampah residu," tegas Kholid.

Meskipun mendukung SE pemerintah Bali untuk mengurangi limbah plastik sekali pakai, namun dia menyayangkan langkah penanganan sampah diskriminatif yang diambil Gubernur Wayan Koster. Dia kecewa kepala daerah kader PDIP itu tidak mengikutsertakan pelarangan distribusi produk sachet di Bali.

"Justru sampah sachet yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak bisa didaur ulang sama sekali tidak ada larangan. Justru sampah sachet yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak bisa didaur ulang sama sekali tidak ada larangan bagi produsen untuk menjual dan mendistribusikan produknya di Bali," katanya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami