Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Sidang Kasus Wartawan Jembrana, Saksi Sebut Rekomendasi Dewan Pers Bodong

Sabtu, 15 November 2025, 19:37 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali/ist/Sidang Kasus Wartawan Jembrana, Saksi Sebut Rekomendasi Dewan Pers Bodong.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret seorang oknum wartawan di Jembrana, I Putu Sudardana, kembali berlangsung pada Kamis (13/11/2025). Dalam persidangan tersebut, kuasa hukum terdakwa menghadirkan tiga saksi meringankan, terdiri dari satu saksi fakta dan dua saksi ahli.

Saksi fakta I Ketut Widia menjadi yang pertama memberikan keterangan. Saat ditanya mengenai rekomendasi Dewan Pers terkait pemberitaan yang menjadi dasar laporan, Widia langsung menyampaikan ketidaksetujuannya.

“Saya sudah baca rekomendasi Dewan Pers. Menurut saya itu tidak jelas, makanya saya bilang bodong,” kata Widia di depan majelis hakim. Ia bahkan berulang kali mengucapkan kata bodong untuk menegaskan pendapatnya.

Widia juga menyebut telah berusaha menyelesaikan masalah ini secara damai. “Saya sudah berusaha selesaikan secara kekeluargaan. Saya bahkan sempat ke rumah pelapor di Badung, tapi tidak pernah bertemu,” ujarnya.

Ia menambahkan pernah mengumpulkan sejumlah narasumber di Kantor PHDI Jembrana untuk meminta pendapat mereka. Namun ketika hakim menanyakan apakah para narasumber itu merupakan sosok yang disebut dalam berita, Widia menjawab,
“Saya tidak tahu apakah nama mereka ada di berita atau tidak.”

Setelah saksi fakta, kuasa hukum terdakwa menghadirkan saksi ahli I Wayan Suyadnya yang mengaku sebagai bagian dari tim Advokasi PWI Bali. Jaksa Penuntut Umum sempat mempertanyakan apakah dirinya benar seorang ahli pers. Suyadnya lalu menjawab,
“Saya bukan ahli pers karena saya tidak punya lisensinya. Tapi saya wartawan senior, sudah sejak 1991.”

Meski bukan ahli berlisensi, Suyadnya tetap memberikan penilaiannya terhadap prosedur mediasi Dewan Pers dalam kasus ini.
“Menurut saya, cara mediasi yang dilakukan Dewan Pers di kasus ini tidak lazim. Biasanya harus ada beberapa kali pertemuan, minimal tiga kali,” jelasnya.

Ia menerangkan bahwa biasanya Dewan Pers menyusun draf perdamaian yang kemudian dimintakan tanggapan kepada kedua pihak.
“Kalau belum sepakat, drafnya diperbaiki lagi sampai kedua pihak setuju,” tambahnya.

Namun ketika hakim menanyakan dasar hukum prosedur tersebut, Suyadnya menyatakan, “Tidak ada dasar hukumnya seperti KUHAP. Tapi cara seperti ini sudah umum dipakai Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan.”

Saksi ahli berikutnya adalah I Made Pasek dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali–Penida. Keterangannya berkaitan dengan dugaan pelanggaran sempadan sungai oleh pemilik SPBU yang namanya ikut disebut dalam pemberitaan.

Ia menegaskan tidak ada pelanggaran. “Tidak ada pelanggaran sempadan. Dalam surat teguran itu kami hanya meminta pemilik SPBU mengurus izin pengelolaan sumber daya air,” jelasnya.

Made Pasek juga memaparkan detail jarak bangunan yang dipermasalahkan. “Tangga dan dinding penahan tanah itu jaraknya tiga meter dari tanggul, sesuai surat tanggal 6 Juni 2024,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menekankan bahwa izin pengelolaan sumber daya air merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Pemilik SPBU masih diberi waktu sampai Februari 2026 untuk mengurus izinnya,” tutupnya.

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/jbr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami