Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Banjir Denpasar, Koster Bantah Karena Alih Fungsi Lahan, Walhi Tunjukkan Data 780 Hektare
beritabali/ist/Banjir Denpasar, Koster Bantah Karena Alih Fungsi Lahan, Walhi Tunjukkan Data 780 Hektare.
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Banjir besar yang melanda sejumlah titik di Kota Denpasar memicu perdebatan soal penyebab utamanya. Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bencana tersebut bukan akibat alih fungsi lahan di Denpasar.
"Enggak juga. Ahli fungsi lahan kan di Badung, di Gianyar. Di Badung kan di daerah-daerah Kuta Utara, ini kan hulu-nya jauh. Bukan ahli fungsi lahan, ini lintasan sungainya kan di Kuta, hilirnya kan di sini," ujar Koster saat meninjau pembongkaran bangunan di Jalan Sulawesi, Denpasar, Kamis (11/9) sore.
Koster menambahkan pihaknya akan melakukan evaluasi dengan menelusuri sungai-sungai besar, terutama Tukad Badung, dari hulu hingga hilir. Langkah ini dilakukan untuk melihat kondisi ekosistem sungai serta potensi kerusakan lingkungan yang dapat memicu banjir.
"Kita akan menelusuri sungai-sungai besar dari hulu sampai hilir, kita akan melakukan penilaian lapangan, apakah di hulu sungainya ada kerusakan terhadap ekosistem," katanya.
Berbeda dengan pernyataan Koster, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menegaskan alih fungsi lahan justru menjadi penyebab utama rentannya Bali terhadap banjir.
"Salah satu data atau acuan kami, terkait dengan (ahli fungsi lahan di Denpasar) yang kita lihat dari spasial itu memang ada terbukti dan ada 780 (lebih) hektare itu yang berubah dalam kurun waktu 2018-2023," ujar Direktur Eksekutif Walhi Bali Made Krisna Dinata alias Bokis, Kamis (11/9) malam.
Menurutnya, penyusutan lahan sawah tidak hanya terjadi di Denpasar, tetapi juga di kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan). Walhi mencatat penurunan lahan pertanian di Denpasar mencapai 784,67 hektare atau 6,23 persen dalam lima tahun terakhir.
Bokis menyebut hilangnya sawah dan sistem subak menyebabkan air hujan tidak tertampung dengan baik. "Bahkan menurut Prof Windia (Pakar Subak) setiap 1 hektare sawah mampu menampung 3.000 ton air apabila tinggi airnya 7 cm. Apabila lahan pertanian dan subak semakin banyak berubah atau beralih fungsi menjadi bangunan, tentu hal tersebut akan mengganggu sistem hidrologis air alami yang ada," jelasnya.
Walhi menilai penerapan tata ruang di Bali masih lemah. Banyak pembangunan akomodasi pariwisata melanggar sempadan pantai, sungai, bahkan dilakukan di kawasan rawan bencana.
"Penerapan tata ruang Bali amat buruk. Itu kami lihat ketika mendapati berbagai rencana pembangunan yang acapkali melabrak tata ruang," ujarnya.
Bokis menegaskan perlunya langkah nyata, mulai dari moratorium pembangunan akomodasi pariwisata, penegakan tata ruang, pemulihan lahan kritis di hulu, hingga penghentian proyek besar yang mengorbankan lahan pertanian.
"Justru ketakutan saya itu terkait dengan besaran atau impact-nya itu akan mengarah ke lebih yang serius," pungkasnya. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net
Berita Terpopuler
Pedagang Pasar Kumbasari Cemas Tukad Badung Meluap Lagi
Dibaca: 105 Kali
Halloween di Bandara Ngurah Rai Usung Mitologi Bali
Dibaca: 70 Kali
1.000 Personel Amankan Kejuaraan Dunia Vovinam di Buleleng
Dibaca: 62 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem