search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Denpasar Menuju Ekonomi Hijau Kelas Dunia, Ketimpangan Masih Jadi PR
Jumat, 27 Juni 2025, 12:05 WITA Follow
image

beritabali/ist/Denpasar Menuju Ekonomi Hijau Kelas Dunia, Ketimpangan Masih Jadi PR.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Sebagai ibu kota Provinsi Bali, Denpasar memegang peran sentral dalam konstelasi ekonomi dan sosial wilayah. Data terbaru dari publikasi “Indikator Makro Sosial Ekonomi Kota Denpasar 2024” yang diterbitkan BPS Kota Denpasar mengungkap sejumlah capaian impresif, sekaligus menyimpan catatan strategis untuk masa depan.

Kinerja Ekonomi Mengesankan, Ketimpangan Masih Membayangi

Secara ekonomi, Denpasar menyumbang 21,84% terhadap PDRB Bali (terbesar kedua setelah Badung) dan masih menjadi motor utama sektor jasa, khususnya akomodasi dan makanan-minuman yang berkontribusi 25,55% terhadap PDRB kota. 

Pendapatan per kapita mencapai Rp86,43 juta per tahun, tertinggi kedua di Bali setelah Badung. Pertumbuhan ekonomi 2024 tercatat 5,55%, menandai pemulihan pascapandemi yang cukup solid.

Namun, beberapa tantangan masih nyata. Ketimpangan pendapatan, meski dalam kategori “sedang” menurut klasifikasi Bank Dunia, namun Gini Ratio Denpasar (0,341) tertinggi di Bali. Ini mengindikasikan bahwa distribusi hasil pembangunan belum sepenuhnya merata. Sebanyak 40% penduduk berpendapatan terbawah hanya menikmati 18,72% kue pembangunan.

Tingkat kemiskinan 2024 tercatat 2,59%, kedua terendah di Bali, tapi masih diiringi peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan menjadi 0,36, yang berarti sebagian penduduk miskin hidup semakin jauh dari garis kemiskinan dan ini menyimpan potensi kecemburuan sosial.

Dinamika Sosial di Tengah Pembangunan

Dalam bidang ketenagakerjaan, penurunan TPAK dari 73,13% (2023) menjadi 69,71% (2024) mengindikasikan adanya fenomena menarik: sinyal awal bahwa sebagian usia kerja belum sepenuhnya terserap atau bahkan menarik diri dari pasar kerja. Padahal, jumlah penduduk usia kerja justru meningkat dari 594 ribu menjadi 602 ribu orang. Artinya, peluang ekonomi belum sepenuhnya terbuka lebar.

Meski TPT berhasil ditekan hingga 2,11%, namun Denpasar tetap mencatat angka tertinggi di Bali. Ini menandakan bahwa pasar kerja masih belum sepenuhnya adaptif dalam menampung tenaga kerja lokal. Revitalisasi pasar kerja tak sekadar soal kuantitas, tetapi juga mutu dan relevansi pekerjaan yang tersedia bagi warga Denpasar.

Di sisi pembangunan manusia, capaian IPM Denpasar mencapai 85,22 (tertinggi di Bali dan tergolong “sangat tinggi”). Namun ini harus dijaga melalui investasi berkelanjutan dalam pendidikan dan kesehatan, karena ancaman urbanisasi dan ketimpangan tetap mengintai. Begitu pula dengan Indeks Pembangunan Gender (96,77) dan Indeks Kemahalan Konstruksi (115,46) yang relatif tinggi.

Sementara itu, dinamika harga juga perlu dicermati. Inflasi tahunan Denpasar pada 2024 sebesar 2,69%, namun tekanan terjadi di kelompok pengeluaran vital, seperti penyediaan makan minum (8,33% dengan andil 0,83%), jasa perawatan pribadi (4,73% dengan andil 0,44%), pendidikan (4,03% dengan andil 0,31%), makanan-minuman-tembakau (2,40% dengan andil 0,66%) dan transportasi (2,11% dengan andil 0,27%). Jika tidak dimitigasi, tekanan ini berpotensi menggerus daya beli rumah tangga rentan dan memperdalam kesenjangan konsumsi.

Kawasan Ekonomi Khusus dan Momentum Baru Ekonomi Bali

Transformasi ekonomi Denpasar dan Bali ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kehadiran Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan Sanur dan Proyek Kura-Kura Bali. Kedua kawasan ini menjadi lokomotif baru yang tidak hanya akan menggerakkan sektor jasa berkualitas tinggi, tetapi juga membawa Bali memasuki era ekonomi berbasis pengetahuan dan keberlanjutan.

KEK Sanur, yang baru saja diresmikan Presiden Prabowo dengan pembangunan Rumah Sakit Internasional Bali (RSIB), diarahkan sebagai pusat layanan kesehatan internasional sekaligus destinasi wisata medis kelas dunia. RSIB diproyeksikan menyerap ribuan tenaga kerja lokal dan menjadi magnet investasi serta teknologi kedokteran modern. 

Tidak hanya berdampak langsung pada Denpasar, KEK ini juga diharapkan mengangkat kinerja ekonomi Bali secara menyeluruh, menjadi bagian dari strategi jangka menengah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Bali menuju target ambisius 8%.

Di sisi lain, Kura-Kura Bali sebagai kawasan ekonomi dan budaya berbasis ekonomi hijau menjadi simbol peralihan menuju pembangunan rendah karbon dan inklusif. Dengan konsep “Living Lab” untuk inovasi berkelanjutan, kawasan ini diproyeksikan menciptakan ekosistem digital, kreatif, dan ramah lingkungan—yang menjawab kebutuhan generasi muda Denpasar dan mendorong tumbuhnya kelas menengah produktif baru.

Dampak ganda dari dua kawasan strategis ini tak hanya pada angka PDRB, tapi juga pada struktur tenaga kerja, peningkatan produktivitas sektor jasa bernilai tambah tinggi, dan peluang pemberdayaan ekonomi lokal berbasis teknologi dan budaya. 

Namun, agar manfaatnya optimal dan berkelanjutan, perlu diantisipasi sejumlah hal krusial seperti keterlibatan UMKM lokal, pemerataan tenaga kerja antardaerah, penyediaan hunian terjangkau, daya dukung lingkungan, serta risiko dualisasi ekonomi. Integrasi kebijakan lintas sektor dan pendekatan yang inklusif menjadi kunci agar transformasi ini menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan wilayah.

Menata Arah Kebijakan: Pertumbuhan Hijau yang Inklusif dan Kompetitif

Denpasar telah menunjukkan capaian ekonomi yang mengesankan, namun angka makro belum sepenuhnya merefleksikan keadilan sosial di akar rumput. Ketimpangan distribusi pendapatan, kedalaman kemiskinan, serta tekanan inflasi sektoral menjadi pengingat bahwa pertumbuhan belum merata. Dalam konteks ini, hadirnya KEK Sanur dan Kura-Kura Bali membuka peluang akselerasi ekonomi, sekaligus ujian bagi komitmen pembangunan yang berpihak.

Arah kebijakan ke depan harus menjamin bahwa transformasi ekonomi tak hanya mencetak angka PDRB, tetapi juga menumbuhkan kualitas hidup warga. Pendidikan vokasi, perlindungan sosial, pengendalian harga, dan integrasi kawasan pertumbuhan baru dengan sektor lokal harus dijalankan dengan tata kelola responsif. 

Denpasar dan Bali berada di titik krusial menuju ekonomi hijau kelas dunia. Namun masa depan itu hanya bisa dicapai jika pertumbuhan ditopang oleh keadilan, keberlanjutan, dan keberpihakan yang nyata terhadap kelompok rentan. Momentum ini perlu dijaga agar transformasi ekonomi yang tengah berjalan dapat mengantar kota ini mewujudkan komitmennya “menjadikan Denpasar sebagai kota yang modern, berdaya saing, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan keberlanjutan lingkungan”.

Penulis

Dr. Andri Yudhi Supriadi
Kepala BPS Kota Denpasar

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami