search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Saatnya Mewujudkan Pariwisata Bali yang Lebih Berkualitas
Kamis, 25 Oktober 2018, 10:07 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Dalam beberapa hari terakhir ini, publik khususnya warga Bali dikejutkan dengan berita seorang "bule" atau wisatawan asing yang mencari makanan dengan cara mengais tong sampah di kawasan wisata Pantai Sanur, Denpasar. Hal lain yang juga menarik perhatian publik adalah soal isu pariwisata Bali yang dijual murah di pasar wisatawan Tiongkok. Dari dua kasus ini, maka akan muncul pertanyaan, mengapa hal itu bisa terjadi? Dan apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Propinsi Bali agar hal ini tidak terjadi lagi?
 
Kasus Bule atau wisatawan asing yang mencari makan dengan cara mengais tong sampah di Pantai Sanur cukup menghebohkan karena viral di berbagai platform media sosial seperti facebook, instagram, dan juga whats app (WA). Dalam rekaman video tampak bule pria yang belakangan diketahui warga asal Bulgaria ini tampak mengais tong sampah di kawasan Pantai Sanur untuk mencari sisa-sisa makanan yang masih layak untuk dimakan.
 
Kepada wartawan yang sempat menanyainya, wisatawan asing ini mengaku terus terang mencari makanan di tempat sampah untuk menghemat biaya makan saat berlibur ke Bali. Hal ini juga telah dilakukannya di negara lain yang sempat dikunjunginya. 
 
Kasus lain yang cukup menarik perhatian adalah soal isu pariwisata Bali yang dijual murah di pasar wisatawan asal China. Diduga ada praktek-praktek bisnis yang kurang sehat dilakukan oknum biro perjalanan wisata asal China agar bisa menjual paket wisata ke Bali dengan harga semurah-murahnya. 
 
Perkumpulan Biro Perjalanan Wisata (BPW) Bali Liang (market Tiongkok), juga pernah menyoroti murahnya paket wisata ke Bali yang dijual biro perjalanan wisata tertentu. Hal ini dinilai akan merugikan dunia pariwisata Bali. Bali Liang meminta agar hal ini diatur untuk menjaga kualitas dunia pariwisata Bali dan melindungi pelaku usaha pariwisata atau BPW yang resmi.
 
Menurut data Perkumpulan Biro Perjalanan Wisata Bali Liang, banyak BPW ilegal yang beroperasi di Bali, tanpa memiliki ijin resmi dari pihak berwenang dan juga tidak membayar pajak kepada negara.  BPW ilegal, khususnya market Tiongkok, berbisnis di Bali tanpa ijin dan juga merusak harga pasar. BPW ini diduga menjual paket tur ke Bali dengan harga sangat murah. Menurut pengamatan Bali Liang, ada BPW yang diduga ilegal, menawarkan tur ke Bali dari Beijing selama 6 hari, 1 malam di Singapura, 5 hari di Bali hanya Rp 5 juta sudah termasuk tiket pesawat pulang pergi, hotel, makan, dan trasnportasi selama tur. Bahkan ada lagi paket tur ke Bali yang harganya lebih murah. 
 
Data Bali Liang menunjukkan, market atau pasar wisatawan Tiongkok ke Bali sangat besar. Setiap harinya ada 10 hingga 15 pesawat dengan 2.000 hingga 3.000 penumpang yang datang ke Bali. Tahun 2018 ditargetkan ada 2 juta wisatawan Tiongkok ke Bali. Diperkirakan akan banyak travel yang muncul, dan  jika tidak ditertibkan akan muncul persaingan yang tidak sehat.
 
Melihat dua kasus di atas, bisnis pariwisata di Bali saat ini cenderung lebih mementingkan kuantitas atau jumlah tamu yang datang ke Bali daripada menjaga kualitas Pulau Bali sebagai sebuah destinasi wisata favorit. Apalagi syarat dan aturan bagi wisatawan asing yang ingin berlibur ke Indonesia atau Bali amat mudah, seperti adanya aturan bebas visa kunjungan ke Indonesia.
 
Berbicara soal kualitas pariwisata, mungkin Bali perlu belajar dari negeri Bhutan, sebuah negara yang terletak di kaki pegunungan Himalaya, tepatnya di antara India dan Cina. Meski memiliki destinasi wisata yang potensial, Bhutan membatasi jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke sana. Wisatawan yang akan ke sana pun dikenakan biaya visa yang cukup tinggi. Pembatasan tersebut dilakukan karena Kerajaan Bhutan tidak ingin terjadi kerusakan alam dan melindungi Bhutan dari pengaruh budaya asing yang mungkin dibawa para wisatawan. Meski begitu, ternyata Bhutan yang juga memiliki pesona budaya, tetap diminati oleh para wisatawan. 
 
Harus diakui, dalam bisnis pariwisata, antara kuantitas dan kualitas kunjungan wisatawan memang saling terkait dan saling menopang, tidak bisa dipisahkan. Namun khusus untuk destinasi wisata Bali yang secara kuantitas jumlah kunjungan wisatawannya sudah lebih baik dari destinasi wisata lainnya di Indonesia, sudah saatnya lebih memperhatikan soal kualitas. 
 
Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Bali membuat regulasi yang lebih mengedepankan pengaturan-pengaturan soal kualitas pariwisata Bali, misalnya saja dengan mulai menertibkan Biro Perjalanan Wisata Bodong atau ilegal, yang kini dituding merusak harga pasar bisnis perjalanan wisata ke Bali. Jika tidak ada aturan atau regulasi yang ketat dari Pemerintah Propinsi Bali, maka bisnis pariwisata Bali akan semakin "terjun bebas" tanpa aturan main yang jelas. Jika sudah demikian, maka akan lebih sering lagi kita menjumpai wisatawan asing yang mencari makanan dari tong sampah. Atau isu pariwisata Bali dijual murah akan jadi kenyataan dan akan dijual semakin murah. [beritabali.com/putra setiawan] 
 
 

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami