Akun
user@gmail.com

Beritabali ID: 738173817


Langganan
logo
Beritabali Premium Tidak Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium

Aktif sampai 23 Desember 2025


New York, USA (HQ)

750 Sing Sing Rd, Horseheads, NY, 14845

Call: 469-537-2410 (Toll-free)

hello@blogzine.com
Pancasila Tidak Untuk Disakralkan

Dalam Rangka Menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2018

Senin, 28 Mei 2018, 08:59 WITA Follow
image

Beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Istilah Pancasila pertama kali lahir dalam sebuah sidang di Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Badan ini bersidang mulai 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Badan yang dibentuk oleh Jepang ini diberi tugas untuk membantu Indonesia dalam persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat Dasar Negara Indonesia.

Pada sidang hari pertama 29 Mei 1945, muncul sebuah gagasan berupa rumusan Dasar Negara yang disampaikan oleh Muhammad Yamin. Gagasan tersebut semula disampaikan dalam bentuk lisan yang berbunyi : 1) Peri kebangsaan 2) Peri kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri kerakyatan 5) Kesejahteraan rakyat. Rumusan Dasar Negara yang diajukan secara lisan tersebut kemudian disusulkan dalam bentuk tertulis, tetapi dengan kata-kata yang berbeda yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebangsaan Persatuan Indonesia 3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada sidang hari kedua 31 Mei 1945, rumusan Dasar Negara diajukan oleh Mr. Soepomo. Rumusan tersebut adalah : 1) Persatuan 2) Kekeluargaan 3) Keseimbangan lahir dan batin 4) Musyawarah 5) Keadilan rakyat. Pada sidang hari pertama dan kedua belum muncul istilah Pancasila. Tetapi istilah Pancasila baru muncul pada sidang 1 Juni 1945, pada saat Ir. Soekarno menyampaikan rumusan Dasar Negara Indonesia. Pasa sidang tersebut beliau memberikan nama rumusan dasar negara dengan Pancasila. Adapun rumusan tersebut adalah : 1) Kebangsaan Indonesia 2) Internasionalisme atau peri Kemanusiaan 3) Mufakat atau demokrasi 4) Kesejahteraan sosial 5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Setelah berakhirnya sidang BPUPKI, badan ini kemudian dibubarkan. Selanjutnya dibentuk panitia kecil beranggota 9 orang yang disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Panitia ini dibentuk 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam perjalanannya PPKI sempat merumuskan Piagam Jakarta. Piagam Jakarta berisi garis-garis perlawanan terhadap imperialism, kapitalisme dan fasisme. Piagam Jakarta merupakan inspirasi dalam penyusunan Mukadimah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang didalamnya termuat sila-sila Pancasila. Rumusan yang tertuang dalam Piagam Jakarta adalah :

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemaknusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Tetapi isi Piagam Jakarta tersebut ditolak oleh perwakilan masyarakat dari Indonesia timur. Butir yang dipermasalahkan adalah pada kalimat yang berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Ir. Soekarno yang pada saat itu sebagai ketua PPKI melakukan kompromi kepada seluruh anggota PPKI yang berjumlah 9 orang. Salut dan hormat kami sebagai penerus Bangsa Indonesia kepada pendiri Negara Republik Indonesia yang telah melihat Bangsa Indonesia ini secara utuh. Piagam Jakarta yang memuat butir “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga pada 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Pancasila yang kita kenal sekarang ini seperti tertuang dalam Mukadimah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan 5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Selanjutnya, Pancasila dikukuhkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang lambang negara. Untuk rumusan mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 yang lainnya, tetap menggunakan rumusan seperti dihasilkan oleh Piagam Jakarta.

Melihat begitu panjangnya perjuangan pendiri negara dalam membentuk sebuah dasar negara, maka generasi muda sekarang harus terus menerus diingatkan tentang sejarah lahirnya Pancasila. Pancasila tidak boleh “disakralkan” di Indonesia. Artinya nilai-nilai Pancasila harus terus menerus diajarkan dan disosialisasikan sesuai dengan jenjang atau tingkat pendidikan masyarakat Indonesia. Sakralisasi Pancasila akan membuat Pancasila tidak dapat “membumi” di wilayah Indonesia. Sakralisasi akan menjauhkan Pancasila dari Rakyat Indonesia karena rakyat tidak memiliki keberanian untuk mengupas tuntas nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Padahal Pacasila adalah sebuah ideolagi berupa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari, dipahami, dihayati dan disosialisasikan nilai-nilainya secara luas sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat mengenal dengan baik nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat pendidikannya.

Pembacaan teks Pancasila pada acara atau upacara resmi baik oleh pemerintah maupun non pemerintah harus tetap dilakukan dengan urutan acara setelah menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Pembacaan teks Pancasila tidak harus menunggu seorang pejabat Bupati, Walikota, Gubernur atau Presiden untuk memimpin dan membacakan teks Pancasila. Pembacaan teks Pancasila yang hanya dibacakan oleh pejabat tertentu saja akan membuat Pancasila semakin jauh dan semakin “sakral” bagi Bangsa Indonesia. Teks Pancasila harus dapat dibacakan pada setiap acara-acara resmi ataupun upacara resmi. Pembacaan teks Pancasila dapat dilakukan oleh siapa saja yang telah ditunjuk sebelumnya tetapi dengan suara yang baik, busana yang santun dan tata acara yang benar. Dengan demikian Pancasila dapat lebih “membumi” di Indonesia. Dampaknya akan terasa dikemudian hari ketika generasi penerus bangsa akan semakin dekat dengan Pancasila dan mendalami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Peran lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, sampai Perguruan Tinggi diwajibkan untuk mengajarkan pendidikan Pancasila dengan materi sesuai  dengan tingkatannya masing-masing. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diejawantahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan kurikulum tingkat Satuan Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kulian pendidikan agama, pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris. Sangat jelas dalam Undang-undang tersebut yang mengamanatkan bahwa pendidikan kewarganegaraan wajib untuk diajarkan pada dunia pendidikan. Pendidikan kewarganegaraan menekankan pada hak dan kewajiban warga negara Indonesia untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Menindaklanjuti undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut di atas, maka Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) memutuskan dengan SK No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Surat Keputusan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi tersebut memberikan penguatan kepada pentingnya pengembangan kepribadian sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk diajarkan kepada mahasiswa di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Tidak ada alasan lagi bagi siapapun di Indonesia untuk tidak ikut serta dalam “membumikan” Pancasila di bumi pertiwi ini.

Penulis :

Dr.A.A.Ngurah Agung Wira Bima Wikrama, ST.,M.Si

Dosen FISIP Universitas Mahendradatta, Denpasar.

logo

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami