Akun
user@gmail.com
Beritabali ID: 738173817
Langganan

Beritabali Premium Tidak Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Aktif sampai 23 Desember 2025
New York, USA (HQ)
750 Sing Sing Rd, Horseheads, NY, 14845Call: 469-537-2410 (Toll-free)
hello@blogzine.comKetika 2 Aliran Pentas di Ksirarnawa
Senin, 21 Mei 2018,
14:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com.Denpasar, Kedua komunitas Sanggar Seni Galang Kangin (SMA Negeri 2 Amlapura) dengan Teater Orok (Universitas Udayana) dinilai menganut aliran seni yang berbeda mengacu pada pementasannya yakni, yang pertama Surealis dan kedua Realis.
[pilihan-redaksi]
A.A Sagung Mas Ruscitadewi, Selaku penggiat sastra mengatakan dirinya paham betul kedua aliran yang dibawakan kedua komunitas teater itu. Seisi Ksirarnawa terbawa suasana akan penampilan kedua komunitas ini. Datang sebagai penampil pertama, SMA Negeri 2 Amlapura membawakan garapan berjudul ‘Dirah Wanita Pembisik’ yang membikin penonton tak dapat terusik.
A.A Sagung Mas Ruscitadewi, Selaku penggiat sastra mengatakan dirinya paham betul kedua aliran yang dibawakan kedua komunitas teater itu. Seisi Ksirarnawa terbawa suasana akan penampilan kedua komunitas ini. Datang sebagai penampil pertama, SMA Negeri 2 Amlapura membawakan garapan berjudul ‘Dirah Wanita Pembisik’ yang membikin penonton tak dapat terusik.
Dominasi warna merah pada pencahayaan panggung semakin menguatkan suasana mistis yang diangkat. “Jadi cerita ini memang sedikit mistis, tadinya ingin menggunakan naskah ‘Ketika Kentongan Berbunyi di Bale Banjar’ namun kami ingin mencari suasana baru,” tutur Komang Sulasmini.
Wanita yang mengampu peran sebagai pembina garapan ini pun menambahkan bahwa anak didiknya adalah orang-orang baru dalam dunia seni peran. “Kami pemula dan kami mencoba ini (Dirah Wanita Pembisik-red) dengan anak-anak yang awam dengan dunia teater agak susah untuk menggembleng,” tatarnya dengan tatapan menerawang.
Selain sebagai pembina garapan, wanita yang sejatinya berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia ini pun tentunya paham, langkah apa yang harus dilaluinya untuk menyukseskan garapan ini. “Peran semua pihak memang sangat penting, meski pemula di bidang teater mereka telah saya bekali dengan ilmu sastra, sehingga saat pentas nanti tidak kaku dan untuk orang tua pun juga sangat antusias sekali dengan tampilnya anak mereka di Nawanatya ini,”terangnya.
Seusai memacu adrenalin dengan mistisnya Dirah Wanita Pembisik, penampil kedua pun muncul dengan aliran realismenya. Mengusung garapan yang bertajuk Pinangan, buah karya Anton Cekov. Teater Orok tampil dengan suasana kehidupan nyata yang cukup kental.
“Pesan khusus dalam garapan ini sejujurnya tidak ada ya, garapan ini kami gunakan untuk menghibur penonton saja,” terang Ridwan Hasanuddin.
Ridwan yang menjadi sutradara dalam garapan ini pun menambahkan, tidak adanya pesan khusus dalam garapan ini sebab, setiap penonton akan menangkap hal yang berbeda. Sela-sela permainan para pemain teater Orok, tawa penonton pun terselip kala lakon ‘bapak’ mulai berdialog dengan anak gadisnya yang bernama Ratna dan sahabatnya Bagus.
Kedua komunitas yang hadir dengan dua aliran berbeda pun diutarakan A.A Sagung Mas Ruscitadewi. “Yang pertama itu (SMA Negeri 2 Amlapura) alirannya surealis dengan jenis drama simbolik, jadi main artistiknya bagus,” ujarnya. Selaku pengamat dalam bidang seni peran dan sastra, Mas melihat banyak kelebihan pada penampil pertama.
[pilihan-redaksi2]
“Ketika dia (pemain) berdialog layaknya sedang baca puisi itu masih bagus dan mereka dapat masuk dalam cerita sehingga ada kadar sastra di dalamnya. Sayang, kekurangan pun masih terlihat yakni pada bagian penutup penggunaan barong dinilai terlalu biasa dan perlu diperhatikan pada bagian penutup itu. Sebaliknya, penampil kedua yang tampil dengan aliran realis bagi Mas menjadi agak berat.
“Ketika dia (pemain) berdialog layaknya sedang baca puisi itu masih bagus dan mereka dapat masuk dalam cerita sehingga ada kadar sastra di dalamnya. Sayang, kekurangan pun masih terlihat yakni pada bagian penutup penggunaan barong dinilai terlalu biasa dan perlu diperhatikan pada bagian penutup itu. Sebaliknya, penampil kedua yang tampil dengan aliran realis bagi Mas menjadi agak berat.
“Agak melelahkan drama seperti ini (aliran realis-red) untung ada music, sehingga bisa terbantu. Meski kekurangan dan kelebihan senantiasa berdampingan, namun baginya kedua komunitas ini telah tampil dengan cukup bagus dengan alirannya tersendiri. Tak jauh beda dengan Mas Ruscita. Pengamat sastra, Muda Wijaya mengakui penampilan Sanggar Seni Galang Kangin sudah cukup apik. Demikian pula dengan penampilan Teater Orok.
“Pemeran utama wanitanya cukup berhasil memerankan tokohnya. Kelemahannya ada di pemeran utama pria yang kurang maksimal. Tetapi ini memang khas penampilan Teater Orok sejak dulu,” apresiasi Muda Wijaya. (bbn/rls/rob)
Berita Premium
Reporter: bbn/rls
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Senin, 22 September 2025

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Sabtu, 20 September 2025

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Sabtu, 23 Agustus 2025

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
Jumat, 30 Mei 2025

29 Pasangan Ikuti Nikah Massal di Pengotan
Kamis, 15 Mei 2025