Banner Image
Banner Image

News

Denpasar

Ingin Lepas dari Perilaku Pedofilia Suami

 Minggu, 22 Februari 2009, 17:31 WITA

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Beritabali.com, Denpasar. 

warga negara belgiaSeorang wanita warga negara Belgia kini tengah berjuang untuk dapat menikah dengan pria asal Bali dan menetap di Pulau Bali. Namun hingga kini keinginannya ini masih belum tercapai karena terganjal persoalan hukum. Seperti apa?

Keinginan Mattheeusen Daphne Marinus Augusta, wanita warga negara Belgia untuk menikahi pria lokal untuk sementara terkubur.

Sebelumnya, paspor ibu seorang anak bernama Robin Van Wolvelaer disita Imigrasi Denpasar karena pemerintah Belgia mencabut paspor mereka, menyusul laporan ’suaminya’ Van Wolvelaer dalam kasus penculikan anak.

Sebagai warga negara asing, Daphne Augusta paham betul urusan hukum, apalagi keinginan untuk tinggal selamanya di Bali bersama anaknya, Robin.

Tak hanya itu, Daphne juga ingin menikah dengan pria lokal dan hidup tenang di Bali. Apapun caranya mesti harus melewati jalan berliku. Itu menyusul berbagai peristiwa hukum yang melilitnya selama masih berada di Belgia hingga di Bali.

Namun, Jumat (20/2) lalu, keinginan Daphne menikah dengan pria lokal, kandas. Majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Made Seraman, S.H. menolak permohonan calon suaminya, Yedi Herwandi (34) untuk menikahi Daphne.

Alasannya, menurut Seraman, Daphne belum bisa memperlihatkan surat keterangan izin menikah dari pemerintah Belgia. ”Permohonannya terlalu prematur karena belum mengantongi surat izin menikah dari negaranya,” kata Seraman.

Masih menurut Humas PN Denpasar ini, berdasarkan pasal 60 ayat (1) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi masing-masing pihak telah terpenuhi.

”Sampai saat ini kami belum mendapat konfirmasi dari kedubes Belgia mengenai status Daphne, apakah sudah menikah atau belum. Jadi yang kami pertimbangkan adalah murni kedaulatan hukum kita,” kata Seraman, usai sidang.

Dalam suratnya, Yedi Herwandi, kelahiran Garut, 1 Desember 1975 dengan alamat asal Kp. Patrol RT/RW O1/07 Desa Suka Karya, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupetan Garut, Jawa Barat dan saat ini beralamat di Jalan Tanjung No. 32 Villa Rama, Sanur, mengajukan permohonan menikahi Daphne Augusta karena sudah menjalin hubungan asmara secara serius sejak sebulan lalu.

Karenanya Yedi berniat menikahi wanita kelahiran Antwerpen, Belgia, 2 Agustus 1968 yang kini berlamat di Jalan By Pass Ngurah Rai Gang Nuri II/11 Sanur Kaja sesuai hukum Indonesia.

Sayang, keinginan mereka kandas karena Daphne Augusta belum memenuhi persyaratan tadi.

Mendengar vonis ini, Daphne yang ditemani anaknya, Robin Van Wolvelaer (9) maupun pengacaranya K. Ary Pramyanthi, S.H., yang mewakili Erwin Siregar, tampak loyo dan segera meninggalkan ruang pengadilan.

”Oh... pasti kami kasasi. Karena apa yang kami mohonkan adalah masalah kemanusiaan. Masa orang mau nikah gak boleh. Kami berharap hakim agung akan memutuskan lain,” kata Erwin di tempat terpisah.

Vonis ini tentu sangat menyakitkan bagi Daphne. Maklum saja, kisah ibu dan anak ini terdampar di Bali penuh lika liku karena menjadi buronan interpol Belgia.

Kisah ini dimulai dari Belgia. Daphne Augusta yang hidup kumpul kebo-sesuatu yang sah di negeri itu-dengan Van Wolvelaer sehingga lahirlah Robin.

Celakanya, ketika bocah itu berusia 5 tahun, dia menjadi korban pelecehan seksual ayah kandungnya, Van Wolvelaer. Tak terima dengan perbuatan ‘suaminya’, Daphne melaporkan Van Wolvelaer ke polisi. Tetapi polisi membebaskannya karena tidak ditemukan adanya unsur darah sperma.

Gagal menjerat pasangan kumpul kebonya ke penjara, Daphne mengajukan permohonan perwalian anak. Lagi-lagi dia mendapat sial. Pengadilan setempat justru memberikan hak perwalian anak kepada Van Wolvelaer.

Khawatir Robin menjadi korban pelecehan seksual ayah biologisnya lagi, Daphne nekad kabur ke Bali sekalian memboyong Robin.

Masalah baru muncul. ’Suaminya’, Van Wolvelaer melaporkan Daphne dalam kasus penculikan anak dan sejak saat itulah Daphne Augusta menjadi buronan interpol Belgia. Pemerintah Belgia akhirnya mencabut paspor ibu dan anak ini.

Lebih celaka lagi, tahun lalu (2008) visa ibu dan anak ini habis masa berlakunya sehingga harus berurusan dengan Imigrasi Denpasar. Daphne dan Robin-yang saat itu sedang bersekolah di Denpasar Children School, Jalan Sidakarya, Denpasar, terancam dideportasi ke negaranya.

Imigrasi Denpasar terpaksa menyita paspor keduanya menyusul keputusan pemerintah Belgia mencabut paspor mereka. Dilema baru muncul.

Mau dipulangkan, mereka sudah ditolak oleh negaranya, dibiarkan tetap tingal di Bali paspornya sudah tidak berlaku lagi (dicabut negaranya).

Berita bocah Robin yang akan dideportase segera mengundang simpati dari LSM yang peduli terhadap perlindungan anak, pun teman-teman sekolah Robin di DCS dan para orangtua/wali murid di sana. Mereka ramai-ramai mebuat surat pernyataan, menolak Robin dideportase ke Belgia.

Berkat perjuangan pengacaranya, Erwin Siregar, keduanya mendapatkan kembali paspor mereka, pada 15 Juli 2008. Itu juga tak mudah karena harus melalui saluran diplomatik Indonesia – Belgia.

Setelah mendapat paspor, keduanya langsung mengajukan permohonan visa dengan Erwin sebagai sponsor. Setelah mendapatkan paspor dan Kitas, Daphne mengajukan permohonan hak perwalian anak di PN Denpasar karena dia tak puas dengan keputusan hakim di Belgia yang menyerahkan hak asuh kepada ’suaminya’.

Padahal dasarnya adalah kekhawatirannya karena Robin akan menjadi bulan-bulanan pelecehan seksual oleh ayah biologisnya.

”Di Belgia, kasus semacam ini 90 % dibebaskan polisi jika tak ada unsur darah dan sperma,” kata Vonny Pettingga, ibunda Daphne atau nenek Robin ketika bersaksi dalam sidang perwalian anak di PN Denpasar, Selasa, 22 juli 2008.

Tapi rupanya, hakim tunggal Sigit Sutanto, S.H., belum meluluskan keinginan Daphne pemegang Paspor No. EF 641956 yang berlaku hingga 16-01-2011untuk mengasuh anaknya, Robin, kelahiran Braschaat, Belgia 11-08-2000 pemegang Paspor No. EF641040. Menurut Erwin Siregar, kasus ini masih di MA.

Masih Menurut Erwin, segala cara akan terus dicoba sepanjang tidak menelangar hukum. Malah dengan kasus terbaru tadi, Erwin sudah menghubungi program acara talk show Kick Andy agar kisah Daphne dan Robin bisa ditayangkan di acara televisi yang dikemas oleh Andy Noya itu.


“Sudah disetujui Pak Andy, tunggu saja di tv nanti. Karena masalahnya menarik. Yang kita perjuangankan masalah kemanusiaan,” kata Erwin lewat telpon selularnya.

Penulis : bbn/ctg

Editor : Tantri






Tonton Juga :





Hasil Polling Calon Walikota Denpasar 2024

Polling Dimulai per 1 September 2022


Trending