Konsep Kepemimpinan I Gusti Ngurah Made Agung
Rabu, 01 Februari 2023
Hiburan
Dosen Undiksha Hardiman Gelar Pameran Tunggal di Bandung
Sabtu, 01 Oktober 2022, 14:03 WITA
beritabali/ist/Dosen Undiksha Hardiman Gelar Pameran Tunggal di Bandung.
Selain itu, kata dia, bagi penganut prinsip seni modern, muatan itu mengotori seni. “Saya seorang modernis. Modernis total,” tegasnya.
Kenapa memilih pameran tunggal di Bandung? Hardiman mengatakan, dirinya pertama kali melukis ya di kota kembang tersebut, kemudian menyerap dialek Bandung. Menurutnya, pada tahun 70-an akhir hingga pertengahan 80-an, ia tinggal dan studi di IKIP Bandung (UPI sekarang). Lingkungan Bandung ini sangat mengepung pilihan bahasa visual Hardiman.
“Itulah dialek Bandung yang saya rasakan dari guru saya Popo Iskandar, Oho Garha,Hidayat, Nanna Banna, dan Bambang Sapto. Juga dari lingkungan Bandung lainnya seperti Ahmad Sadali, AD Pirous, Syamsudin Bimbo, Ummi Dahlan, Heyi Mamun, dan lain-lain. Seni rupa Bandung tahun 70, 80-an itu bagi saya adalah dialek visual yang menurunkan ikon-ikonnya dalam daya serap visual saya. Karena itulah lukisan bagi saya adalah persoalan visual belaka. Hal lain di luar itu hanyalan bumbu yang menghilangkan unsur pokok. Saya mungkin seorang formalis yang hanya percaya pada persoalan visual saja. Tak masalah bagi saya. Ini mungkin masa lalu dalam konsep seni rupa kontemporer. Tak masalah. Bukankah prinsip “apapun boleh” dalam seni rupa kontemporer yang artinya formalis pun boleh?,” ujarnya.
Menurut Hardiman, kali ini ia menggelar pameran tunggal di Badung ingin memperlihatkan, apakah dirinya punya ideolek. Apa hanya pemakai dialek Bandung saja. “Tapi saya yakin saya punya idiolek,” tambahnya.
Hardiman yakin ia punya idiolek yang khas dirinya. Terutama dalam hal warna. Warna tidak ditemukan di pelukis lain di Badung. Karena itu, kata dia, perlu semacam pertunjukan kepada publik Bandung bahwa ia adalah pelukis yang mengembangkan ke-Bandung-annya di Bali dan menemukan idioleknya sendiri.
“Ketika saya masih di Bandung, saya tidak tertarik mempersoalkan warna. Tekstur juga tidak. Lukisan ya lukisan saja. Tekanannya tidak penting, pokoknya lukisan. Tapi setelah di Bali, karena saya bergaul secara budaya di Bali, melihat kuliner Bali, melihat fashion Bali, pakaian Bali, itu semuanya warna full. Dan tidak harus harmonis. Bisa disharmonis. Komplementer. Bisa tabrakan. Itu mempengaruhi pikiran saya tentang warna,” papar Hardiman.
Penulis : bbn/bul
Editor : Robby
Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan pengiklan. Wartawan Beritabali.com Network tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Sabtu, 01 Oktober 2022
Polling Dimulai per 1 September 2022
Rabu, 01 Februari 2023
Rabu, 01 Februari 2023
Rabu, 01 Februari 2023
Rabu, 01 Februari 2023
Kamis, 02 Februari 2023