Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Pakar Hukum Kritik SE Pelarangan AMDK di Bali, Landasan Hukum Dinilai Lemah

Senin, 10 November 2025, 15:06 WITA Follow
Beritabali.com

bbn/ilustrasi/Pakar Hukum Kritik SE Pelarangan AMDK di Bali, Landasan Hukum Dinilai Lemah.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kebijakan pelarangan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter yang dikeluarkan Gubernur Bali melalui Surat Edaran (SE) dinilai membutuhkan landasan hukum yang lebih kuat serta kajian mendalam sebelum diterapkan penuh. 

Tanpa hal tersebut, kebijakan ini dikhawatirkan menimbulkan dampak luas bagi industri maupun masyarakat. Para pengamat hukum dari berbagai universitas di Indonesia menegaskan bahwa SE tersebut harus merujuk pada payung hukum yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang atau Peraturan Daerah (Perda). Mereka menilai SE secara kedudukan hukum sangat lemah karena tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Karena itu, mereka menyarankan agar SE yang memuat larangan AMDK di bawah 1 liter dikaji ulang secara komprehensif, termasuk mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, serta efektivitasnya dalam mengurangi sampah plastik. Para ahli juga menilai aneh jika pelarangan hanya menargetkan AMDK ukuran kecil tanpa menyentuh jenis sampah plastik lainnya.

Pakar Hukum Universitas Udayana (Unud), Arya Utama, menilai bahwa sebetulnya peraturan yang sudah ada sudah cukup untuk menangani permasalahan sampah di Bali.

“Kalaupun mau mengeluarkan Surat Edaran, itu cukup untuk mengingatkan saja Pergub yang sudah ada. Tidak usah menambah-nambahi aturannya. Karena Pergub itu saja sudah cukup bagus, itu saja yang dieksekusi,” ucapnya.

Bali sendiri telah memiliki sejumlah regulasi terkait sampah, mulai dari Perda Pengelolaan Sampah, Pergub Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, hingga aturan perlindungan danau, mata air, sungai, dan laut. Karena itu, menurut pengamat, kehadiran SE baru dengan larangan spesifik AMDK ukuran kecil dinilai tidak konsisten dengan peraturan yang telah berlaku.

Arya Utama menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan sampah tidak boleh diskriminatif.

“Pergub kan juga sebenarnya sudah mengaturnya dan malah tidak tebang pilih. Pergub mengatur semua jenis sampah plastik dan bukan hanya plastik air minum kemasan sekali pakai yang kecil saja,” katanya.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi, turut menilai niat baik Gubernur patut diapresiasi, tetapi pelaksanaannya tetap harus merujuk peraturan yang lebih tinggi.

“Bisa dipastikan kebijakan lingkungan seperti itu tidak akan efektif kalau tetap dipaksakan pelaksanaannya,” ujarnya.

Ia menambahkan, SE tidak memiliki daya paksa. “Yang namanya SE itu hanya mengikat secara moral saja, tidak punya implikasi hukum. Apalagi kalau klausulnya tidak sesuai dengan peraturan yang di atasnya. Itu jelas batal demi hukum,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Pengamat Hukum dari Universitas Dharma Andalas, Desi Sommalia Gustina, yang menegaskan bahwa SE tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

“SE tidak bisa menjadi dasar penjatuhan sanksi hukum, apalagi melampaui peraturan yang lebih tinggi,” tuturnya.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Profesor Rudy Lukman dan Budiono. Keduanya menilai SE bukan produk hukum sehingga tidak dapat dijadikan dasar pemberian sanksi.

"Surat Edaran bukan produk hukum. SE itu sifatnya hanya untuk tertib administrasi dan untuk mengingatkan serta mengikat hanya bersifat internal dan tidak ada sanksi," katanya.

Profesor Juanda dari Universitas Esa Unggul juga menambahkan bahwa SE tidak bersifat mengikat.

“Oleh karena SE tidak wajib ditaati karena sangat lemah jika tidak ada cantolan hukum yang lebih tinggi,” cetusnya.

Dengan demikian, SE Gubernur Bali I Wayan Koster yang salah satu klausulnya melarang AMDK di bawah 1 liter dinilai para pakar tidak akan efektif diberlakukan dan berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum.

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami