Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Soal Akses ke Pura, Jimbaran Hijau Minta Pembangunan Ditunda Demi Kepastian Hukum
beritabali/dok Jimbaran Hijau/Soal Akses ke Pura, Jimbaran Hijau Minta Pembangunan Ditunda Demi Kepastian Hukum.
BERITABALI.COM, BADUNG.
Puluhan warga Desa Adat Jimbaran mendatangi Kantor DPRD Bali, Rabu (5/11/2025), menuntut penyelesaian masalah akses menuju pura Belong Batu Nunggul Jimbaran yang disebut terhalang oleh kepemilikan dan penguasaan lahan PT Jimbaran Hijau.
Mereka meminta Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali turun langsung ke lokasi untuk mengecek tanah yang diduga menghalangi akses menuju pura.
Ketua Pansus TRAP I Made Suparta menegaskan pihaknya akan melakukan pengecekan lapangan terkait aktivitas pembangunan oleh PT Jimbaran Hijau.
Terkait persoaan ini, PT Jimbaran Hijau (JH) berharap semua pihak mengikuti sikap PHDI yaitu menunda membangun pura di lahan yang masih berkasus. Hal itu karena dapat menimbulkan masalah hukum apalagi sumber dana pembangunan berasal dari hibah pemerintah.
PT Jimbaran Hijau melalui kuasa hukumnya, Michael A. Wirasasmita, S.H., M.H. dan I Kadek Agus Widiastika Adiputra, S.H., M.H., menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah bermaksud menghalangi pembangunan tempat ibadah, termasuk Pura Belong Batu Nunggal Jimbaran.
Baca juga:
Jimbaran Hijau Mengedepankan Gerakan "Cultural Integrity dan Authentic Community" di Ideafest 2025
Langkah yang dilakukan justru untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana hibah pemerintah yang dapat berujung pada permasalahan hukum.
“Kami tidak pernah berniat menghalangi pembangunan pura, apalagi tempat ibadah. Kami hanya ingin memastikan agar penggunaan dana hibah sesuai ketentuan dan tidak salah sasaran,” ujar Michael dan Kadek Agus.
Mereka menjelaskan, dana hibah sebesar Rp500 juta dari Pemerintah Provinsi Bali yang difasilitasi oleh Anggota DPRD Bali I Ketut Tama Tenaya harus dipastikan digunakan di lahan yang benar sesuai proposal permohonan hibah.
“Kalau sampai dibangun di atas tanah atau lahan pihak lain, maka dana hibah itu bisa dianggap menyalahi aturan dan merugikan keuangan negara. Imbasnya bisa menyeret banyak pihak, termasuk Pemprov Bali dan Bapak Tama Tenaya yang niatnya justru baik membantu pembangunan pura,” tambah Michael.
Ia menegaskan, PT Jimbaran Hijau selama ini justru aktif mendukung kegiatan keagamaan dan sosial di wilayah Jimbaran. Bahkan di kawasan PT JH terdapat empat pura yang rutin mendapat dukungan dan perhatian dari pihak perusahaan. “Kami selalu membantu kegiatan keagamaan di pura-pura yang ada di kawasan kami. Jadi tudingan bahwa PT JH menghambat pembangunan pura jelas tidak benar,” tegasnya.
Sekretaris PHDI Bali, I Putu Wirata Dwikora, dalam forum mediasi di Kantor Lurah Jimbaran menyarankan agar pembangunan pura tidak dilakukan dulu sebelum status hukum lahan dan laporan pidana yang masih berjalan diselesaikan.
“Alangkah baiknya jangan dulu membangun pura karena masih ada laporan penyerobotan tanah. Kalau dipaksakan, malah bisa memicu masalah hukum baru,” ujarnya saat itu.
Wirata Dwikora yang juga Ketua Bali Corruption Watch (BCW) mengingatkan bahwa penggunaan dana hibah harus sangat hati-hati. “Kalau tidak sesuai peruntukan, bisa menimbulkan persoalan hukum, termasuk potensi Tipikor. Jadi sebaiknya tunggu semua proses hukum selesai dulu,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Ketut Gede Arta, juga menegaskan pentingnya pertanggungjawaban atas dana hibah yang digunakan. Jika tidak sesuai prosedur, maka akan diperiksa oleh Inspektorat maupun BPK. Ia berharap agar semua pihak mencari jalan terbaik tanpa menimbulkan polemik baru.
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat Jimbaran juga menyatakan bahwa persoalan lahan adat yang diangkat oleh segelintir pihak tidak benar. Mantan Koordinator Baga Palemahan Desa Adat Jimbaran, Wayan Sukamta, memastikan bahwa seluruh tanah milik Desa Adat Jimbaran sudah bersertifikat, totalnya sekitar 33 sertifikat dengan luas sekitar 348.273 meter persegi.
“Jadi tidak ada tanah adat yang sedang bersengketa dengan pihak mana pun,” tegasnya.
Ia menyayangkan adanya pihak yang mencoba menyeret-nyeret nama Desa Adat Jimbaran untuk kepentingan pribadi. “Kalau ada urusan pribadi atau sekelompok orang dengan investor, jangan bawa-bawa nama Desa Adat. Ini bisa menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat,” ujarnya.
Senada dengan itu, tokoh Desa Adat Jimbaran lainnya, Made Sudita, menilai kehadiran Bendesa Adat dalam audiensi di DPRD perlu diperjelas.
“Kalau datang sebagai pribadi masyarakat, silakan. Tapi kalau mengatasnamakan lembaga desa adat, seharusnya dibahas dulu dalam paruman desa,” jelasnya.
Pura Belong Batu Nunggul Tidak Tercatat dalam Prasasti Sejarah
Keberadaan Pura Belong Batu Nunggul di Lingkungan Buana Gubug, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, kini menjadi perhatian dan viral di media sosial (medsos). karena ditengarai pura tersebut dibangun di lahan milik orang lain.
Nyoman Suratna seorang warga Banjar Perarudan, Jimbaran-Badung pada Rabu (5/11/2025) menyatakan tidak mengetahui keberadaan pura yang dimaksud diempon desa adat setempat.
"Seingat saya di daerah sana tidak pernah ada pura yang bernama Pura Belong Batu Nunggul, yang saya ketahui hanya ada pura Goa Peteng dan Pura Dompa. Nah ini kok aneh, tiba-tiba ada nama pura baru yang katanya diempon oleh desa adat. Kapan desa adat bangun pura di sana," kata Suratna yang merupakan Wakil Ketua LPM Jimbaran periode 2016.
Suratna mengharapkan masyarakat untuk memilah-milah dan mengetahui sejarah keberadaan dari pura tersebut yang berada di lahan orang lain. Dan jangan sampai warga terprovokasi dengan informasi di media sosial yang berkaitan dengan pendirian atau pemugaran pura tersebut.
Hal sama juga diungkapkan tokoh masyarakat Bali yang juga Trah Kerajaan Mengwi Badung, I Gusti Ngurah Harta, bahwa Keberadaan Pura Belong Batu Nunggul di Lingkungan Buana Gubug, Kelurahan Jimbaran tidak memiliki keterkaitan dengan Pura Ulun Suwi di Desa Adat Jimbaran, apalagi dengan Kahyangan Jagat Pura Luhur Uluwatu, yang selama ini menjadi tempat suci utama umat Hindu di Bali.
Ngurah Harta menjelaskan bahwa dalam purana maupun prasasti Pura Ulun Suwi yang didirikan oleh leluhurnya, I Gusti Agung Maruti, sama sekali tidak menyebutkan adanya hubungan sejarah, geografis, maupun spiritual dengan Pura Belong Batu Nunggul.
Ia menegaskan, setiap pura memiliki latar belakang dan sejarah pendirian yang harus dilandasi oleh tata krama adat, awig-awig, serta bukti otentik leluhur.
“Tidak ada keterkaitan antara Pura Belong Batu Nunggul dengan Pura Ulun Suwi maupun Pura Luhur Uluwatu. Dalam prasasti peninggalan leluhur kami, I Gusti Agung Maruti, tidak pernah disebutkan pura itu sebagai bagian dari wilayah atau wewidangan Desa Adat Jimbaran,” ujar Ngurah Harta di Denpasar, Rabu (5/11/2025).
Ngurah Harta menambahkan, dalam membangun atau merenovasi pura, kejelasan status tanah dan legalitas kepemilikan lahan harus menjadi perhatian utama, apalagi bila pembangunan menggunakan dana bantuan pemerintah. Menurutnya, penggunaan anggaran bersumber dari APBD harus mengikuti aturan hukum dan prinsip kesucian pura.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim
Berita Terpopuler
Pelajar Tabanan Raih Prestasi Nasional FLS2N 2025, Bupati Sanjaya Bangga
Dibaca: 4043 Kali
Gudang BRI Ubud Ambruk Akibat Longsor
Dibaca: 3509 Kali
Turis Somalia Ngamuk Tuduh Sopir Curi HP, Ternyata Terselip di Jok Mobil
Dibaca: 3488 Kali
Anggota BNNK Buleleng Terciduk Konsumsi Sabu
Dibaca: 3265 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem