Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Sinergi Big Data dan Statistik Resmi untuk Bali di Era Digital
Big Data Memberi Sinyal Dini, Statistik Resmi Memberi Kepastian Arah Kebijakan
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Bali sering disebut sebagai jendela Indonesia di mata dunia. Pulau ini tidak hanya dikenal karena keindahan alam dan budayanya, tetapi juga karena dinamika sosial ekonominya yang kompleks.
Pariwisata internasional, migrasi penduduk, hingga isu lingkungan menjadikan Bali sebagai salah satu provinsi dengan perubahan paling cepat di Indonesia. Dalam kondisi ini, data menjadi kunci utama untuk memahami realitas dan merumuskan kebijakan publik.
Tantangan muncul ketika masyarakat maupun pengambil keputusan lebih banyak mengandalkan informasi dari big data—mulai dari media sosial, platform perjalanan, hingga aplikasi komersial. Sementara itu, statistik resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) sering kali kurang mendapat perhatian.
Pertanyaannya, bagaimana posisi data statistik resmi, dan sejauh mana big data bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan Pulau Dewata?
Big Data di Bali: Kaya, tetapi Belum Tentu Akurat
Bali termasuk provinsi dengan keterbukaan data digital yang tinggi. Aplikasi penyedia perjalanan seperti Booking.com, Traveloka, dan TripAdvisor mampu menyajikan data kunjungan wisatawan secara hampir real-time.
Media sosial dipenuhi unggahan turis asing maupun domestik yang memperlihatkan destinasi favorit hingga tingkat kepuasan wisatawan atas kunjungan mereka. Bahkan, aplikasi transportasi daring seperti Gojek dan Grab menghasilkan data mobilitas yang bisa memetakan pergerakan masyarakat Denpasar, Badung, hingga Gianyar dari hari ke hari.
Semua ini merupakan big data yang kaya dan menarik. Namun, data tersebut tidak selalu mewakili realitas Bali secara menyeluruh. Angka kunjungan hotel berbintang, misalnya, lebih merepresentasikan wisatawan kelas menengah ke atas, bukan mereka yang menginap di homestay.
Begitu pula unggahan media sosial lebih banyak berasal dari wisatawan muda yang aktif online, sehingga kurang mencerminkan pengalaman keluarga atau wisatawan lanjut usia. Dengan kata lain, big data bisa memberi gambaran cepat tentang tren, tetapi sering kali bias dan tidak memiliki standar metodologi yang baku.
Statistik Resmi: Fondasi Pembangunan Bali
Berbeda dengan big data yang bersifat indikatif, statistik resmi BPS memiliki metodologi baku, cakupan representatif, serta legitimasi sebagai dasar kebijakan publik. Data inilah yang mampu memberikan gambaran utuh tentang Bali, bukan sekadar potret sebagian kecil masyarakat atau wisatawan.
Proyeksi BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Bali pada tahun 2025 mencapai sekitar 4,46 juta jiwa, angka yang menjadi acuan penting dalam perencanaan pendidikan, kesehatan, perumahan, hingga ketenagakerjaan. Pada sisi pariwisata, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada Juli 2025 tercatat 697.107 kunjungan, naik 9,29 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Wisatawan nusantara juga menunjukkan tren serupa, dengan 2,29 juta perjalanan pada periode yang sama. Sementara itu, tingkat penghunian kamar hotel berbintang mencapai 67,75 persen dan hotel non-bintang 49,00 persen, keduanya meningkat dari bulan sebelumnya. Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka di Bali pada Februari 2025 hanya 1,58 persen, jauh di bawah rata-rata nasional 4,76 persen.
Statistik resmi semacam ini menjadi pijakan yang kokoh bagi pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan pembangunan yang berbasis bukti sekaligus menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Sinergi Big Data dan Statistik Resmi untuk Bali
Daripada dipertentangkan, big data dan statistik resmi sebaiknya saling melengkapi. Contoh konkret dapat dilihat pada sektor pariwisata. Big data dari mesin pencari, aplikasi perjalanan, maupun media sosial dapat memberikan sinyal awal tentang minat wisatawan jauh sebelum kedatangan nyata terjadi. Namun, data tersebut tetap perlu diverifikasi.
Statistik resmi dari BPS kemudian berperan mengonfirmasi prediksi itu melalui catatan kunjungan wisatawan di bandara, pelabuhan, dan terminal resmi. Statistik juga mampu memberikan profil lebih detail, mulai dari asal negara, lama tinggal, hingga pengeluaran wisatawan—informasi yang biasanya tidak tersedia dalam big data.
Dengan demikian, big data dapat menjadi sistem peringatan dini tentang tren pariwisata, sementara statistik resmi memastikan ukuran yang valid serta dapat digunakan untuk perencanaan jangka panjang, mulai dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga kebijakan pariwisata berkelanjutan.
Relevansinya bagi Bali di Era Digital
Pada akhirnya, Bali membutuhkan kombinasi keduanya: kecepatan dan fleksibilitas big data, serta ketepatan dan legitimasi statistik resmi. Big data memberi isyarat awal, sedangkan statistik resmi memastikan arah kebijakan tetap berada di jalur yang benar.
Dengan sinergi keduanya, Bali dapat merancang kebijakan yang responsif terhadap perubahan jangka pendek sekaligus kokoh untuk perencanaan jangka panjang. Di era digital, kekuatan data bukan hanya terletak pada jumlahnya, tetapi pada bagaimana data tersebut dipadukan dan dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat Bali serta keberlanjutan pariwisatanya.
Penulis :
R. Tenie Permata Kusumah
Pranata Komputer Ahli Madya Badan Pusat Statistik
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/opn
Berita Terpopuler
Pelajar Tabanan Raih Prestasi Nasional FLS2N 2025, Bupati Sanjaya Bangga
Dibaca: 4040 Kali
Gudang BRI Ubud Ambruk Akibat Longsor
Dibaca: 3506 Kali
Turis Somalia Ngamuk Tuduh Sopir Curi HP, Ternyata Terselip di Jok Mobil
Dibaca: 3485 Kali
Anggota BNNK Buleleng Terciduk Konsumsi Sabu
Dibaca: 3262 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem