Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan
Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
UU Tentang Kecerdasan Buatan Disepakati di Uni Eropa
BERITABALI.COM, DUNIA.
Undang-undang yang mengatur tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) resmi pertama kali disepakati di Uni Eropa.
Negosiator dari Parlemen Eropa dan 27 negara anggota blok itu pada Jumat (8/12) mencapai kesepakatan sementara tentang regulasi yang mengatur kecerdasan buatan, termasuk penggunaan AI oleh pemerintah dalam pengawasan biometrik serta aturan sistem AI seperti ChatGPT.
"Eropa telah memposisikan dirinya sebagai pelopor, memahami pentingnya peran mereka sebagai penentu standar global. Saya percaya ini hari yang bersejarah," kata Komisioner Eropa Thierry Breton dalam konferensi pers, seperti dikutip Reuters, Sabtu (9/12).
Regulasi itu nantinya mewajibkan model fondasi seperti ChatGPT dan sistem AI bertujuan umum (GPAI) untuk mematuhi kewajiban transparansi sebelum dipasarkan.
Aturan ini termasuk menyusun dokumentasi teknis, mematuhi undang-undang hak cipta UE, dan menyebarluaskan ringkasan rinci tentang konten yang digunakan untuk pelatihan.
Baca juga:
Pesan Bos ChatGPT Untuk Warga Indonesia
Sementara itu, model dasar berdampak tinggi dengan risiko sistemik harus melakukan evaluasi model, menilai dan memitigasi risiko sistemik, melakukan pengujian tentang kerugian, melaporkan kepada Komisi Eropa mengenai insiden serius, memastikan keamanan siber, serta melaporkan efisiensi energinya.
GPAI dengan risiko sistemik bisa mengandalkan kode praktik untuk mematuhi peraturan baru ini.
Dalam regulasi ini, pemerintah nantinya hanya bisa menggunakan pengawasan biometrik real-time di ruang publik dalam kasus korban kejahatan tertentu, pencegahan terhadap ancaman seperti serangan teroris, dan pencarian orang-orang yang dicurigai melakukan kejahatan serius.
Regulasi itu juga melarang manipulasi perilaku kognitif, penghapusan gambar wajah yang tidak ditargetkan dari internet atau rekaman CCTV, serta penilaian sosial dan sistem kategorisasi biometrik untuk mengetahui keyakinan politik, agama, filosofi, orientasi seksual, dan ras.
Konsumen nantinya memiliki hak untuk menyampaikan keluhan dan menerima penjelasan terperinci dengan adanya aturan ini. Sementara itu, mereka yang melanggar aturan akan didenda berkisar dari 7,5 juta euro atau 1,5 persen dari omset, hingga 35 juta euro atau 7 persen dari omset global.
Regulasi baru ini pun dikritik oleh kelompok bisnis Digital Europe. Kelompok ini menyebut aturan tersebut merupakan beban baru bagi perusahaan.
"Kami sudah sepakat, tapi berapa biayanya? Kami sepenuhnya mendukung pendekatan berbasis risiko yang didasarkan pada penggunaan AI, bukan teknologi itu sendiri. Namun upaya terakhir untuk mengatur model dasar telah mengubah hal ini," kata Direktur Jenderal Digital Europe, Cecilia Bonefeld-Dahl.
Kelompok hak privasi, European Digital Rights, juga melontarkan kritikan senada.
"Sulit untuk merasa senang dengan undang-undang yang, untuk pertama kalinya di UE, mengambil langkah-langkah untuk melegalkan pengenalan wajah publik secara langsung di seluruh negara anggota blok," kata penasihat kebijakan senior UE, Ella Jakubowska.
Undang-undang ini diperkirakan mulai berlaku pada awal 2024 setelah semua pihak secara resmi meratifikasinya, dan akan berlaku dua tahun setelahnya. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net
Berita Terpopuler
Pelajar Tabanan Raih Prestasi Nasional FLS2N 2025, Bupati Sanjaya Bangga
Dibaca: 4037 Kali
Gudang BRI Ubud Ambruk Akibat Longsor
Dibaca: 3503 Kali
Turis Somalia Ngamuk Tuduh Sopir Curi HP, Ternyata Terselip di Jok Mobil
Dibaca: 3482 Kali
Anggota BNNK Buleleng Terciduk Konsumsi Sabu
Dibaca: 3259 Kali
ABOUT BALI
Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem