Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan

Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Ngembak Geni, Krama Semate Tumpah Ruah Gelar Tradisi Mbed-Mbedan
Bawa Pesan Tarik Ulur Dalam Pengambilan Keputusan Sebuah Kewajaran
Jumat, 8 Maret 2019,
16:30 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Beritabali.com, Badung. Bagi warga di Desa Adat Semate, Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi, Badung, kemeriahan tahun baru caka tidak hanya diluapkan saat pesta pawai ogoh-ogoh yang dilaksanakan sebelum Nyepi, tetapi juga pada Ngembak Geni melalui ritual Mbed-mbedan yang membawa pesan tarik ulur pendapat sebagai kewajaran.
[pilihan-redaksi]
Bagi warga di desa adat ini, begitu matahari menapakan sinarnya dari timur di hari ngembak geni, sehari setelah Nyepi seluruh warga sudah bergegas kumpul dengan berpakaian adat di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Semate, Jumat (8/3).
Bagi warga di desa adat ini, begitu matahari menapakan sinarnya dari timur di hari ngembak geni, sehari setelah Nyepi seluruh warga sudah bergegas kumpul dengan berpakaian adat di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Semate, Jumat (8/3).
Warga desa adat ini menggelar tradisi yang disebut Mbed-mbedan (tarik menarik). Tradisi yang tidak bedanya seperti olahraga tarik tambang ini sudah dilaksanakan dari turun temurun guna menjalin silahturahmi dan rasa persaudaraan antar warga setempat.
Sebelum tradisi dimulai, warga melaksanakan persembahyangan di pura dengan menghaturkan ketupat dan jajan bantal. Selanjutnya mereka dibagi dalam beberapa kelompok dan siap untuk menggelar mbed-mbedan di depan pura.
Sebagai simbolis, untuk tahap pertama tali yang digunakan sebagai sarana mbed mbedan adalah "bun kalot". Tanaman merambat ini sebagai simbol saja. Setelah itu, dilanjutkan dengan tali tambang. Peserta mbed-mbedan pun bergilir, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga remaja (STT) dan Diiringi baleganjur.
Usai ‘tarik-tambang’, warga kembali masuk ke dalam pura. Dilanjutkan dengan makan bersama tipat bantal yang telah dihaturkan sebelumnya.
Menurut Bendesa Adat Semate, I Gede Suryadi tradisi ini sudah dimulai sejak Tahun Saka 1396 atau 1474 Masehi. Tradisi ini untuk mengingat kedatangan Rsi Mpu Bantas yang dahulu kala melakukan perjalanan ke kawasan tersebut. Di lokasi, sang Rsi bertemu dengan keturunan Mpu Gnijaya yang tak sependapat dengan raja yang berkuasa saat itu.
[pilihan-redaksi2]
Sang Rsi lalu menyarankan warga membuat tempat pemujaan karena kawasan tersebut angker. Karena tarik ulur dalam penentuan nama pura, Rsi Mpu Bantas lalu memberikan kahyangan ini nama Putih Semate. Kata putih diambil berdasarkan tempat ini banyak ditumbuhi kayu putih. Sedangkan Semate, karena krama berkomitmen untuk bersatu sehidup semati.
Sang Rsi lalu menyarankan warga membuat tempat pemujaan karena kawasan tersebut angker. Karena tarik ulur dalam penentuan nama pura, Rsi Mpu Bantas lalu memberikan kahyangan ini nama Putih Semate. Kata putih diambil berdasarkan tempat ini banyak ditumbuhi kayu putih. Sedangkan Semate, karena krama berkomitmen untuk bersatu sehidup semati.
"Tradisi ini bagi kami sangat penting dan menjadi warisan para pendahulu kami di Desa Semate, " katanya.
Sementara Bendesa Adat Abianbase, I Made Sunarta yang juga hadir dalam tradisi tersebut menilai tradisi ini penting dilestarikan guna meneladani persatuan para pendahulu. Termasuk dalam pengambilan keputusan, terkadang terjadi tarik ulur seperti tarik-menarik dalam Mbed-mbedan ini. (bbn/maw/rob)
Berita Premium
Reporter: bbn/maw
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Senin, 22 September 2025

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Sabtu, 20 September 2025

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Sabtu, 23 Agustus 2025

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
Jumat, 30 Mei 2025

29 Pasangan Ikuti Nikah Massal di Pengotan
Kamis, 15 Mei 2025